Skip to main content

MEMAHAMI JURNALIS

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Jaman sekarang tidaklah mudah menghadapi pers, karena pers lebih bebas, dibuktikan dengan kondisi makro jurnalis saat ini yaitu: bebas menerbitkan media (tanpa SIUUP), bebas meliput, bebas menulis (tidak akan ada pemberedelan) dan persaingan yang semakin meningkat. Hal itu mengakibatkan pers semakin antusias untuk membuat berita yang ?menarik?. Komentar tersebut disampaikan Saur Hutabarat dalam acara PR Briefing by Editors 2006 dengan tema Cara Sukses Membina Hubungan dengan Media di auditorium MK pada Selasa, 12 September 2006 pukul 13.30 WIB.

Pada kesempatan itu Bang Saur (panggilan akrab Saur Hutabarat yang merupakan pemimpin HU Media Indonesia) menyampaikan, ada dua jenis media Indonesia saat ini yaitu media independen dan media partisan. Perkembangan di Indonesia, menurut Bang Saur, media partisan yang mengabdi pada suatu ideologi dll (Saur mencontohkan pada beberapa media partai) cenderung tidak mendapatkan tempat yang layak di kalangan masyarakat. "Sadar atau tidak sadar, media saat ini harus berusaha menjadi media yang independen," ujar Saur.

Menanggapi pertanyaan dari peserta, Bang Saur menjelaskan ada beberapa hal yang harus diketahui mengenai para jurnalis. Pertama, jurnalis selalu ingin tahu (curiosity). Kedua, jurnalis harus skeptis (tidak gampang percaya). Ketiga, jurnalis selalu smelling a rat attitude (penciuman tajam seperti tikus) dan keempat jurnalis selalu terburu-buru (in a hurry). "Terburu-burunya para jurnalis diakubatkan oleh deadline media yang ketat," jelas Saur.

Acara PR Briefing by Editors 2006 yang diselenggarakan Bagian Humas Mahkamah Konstitusi (MK) ini selain diikuti oleh staf bagian Humas dan Protokol MK, dihadiri pula oleh Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar ditemani Plt. Kepala biro Humas dan protocol, Winarno Yudho.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=207

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...