Skip to main content

AJARAN DASAR PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMILIHAN UMUM



Oleh Luthfi Widagdo Eddyono



Judul Buku: Penyelesaian Perselisihan Pemilu: Prinsip-Prinsip Hukum yang Mengendalikan Gugatan atas Pemilu
Judul Asli: The Resolution of Election Disputes: Legal Principles that Control Election Challenges
Penulis: Barry H. Weinberg
Penerjemah: Anang Fakhrudin
Penyunting: Titi Anggraeni
Penerbit: International Foundation for Electoral Systems (IFES)
Tahun Terbit: Maret 2010
Jumlah halaman: xviii + 529 halaman

Buku ini memang membahas banyak ajaran dasar (prinsip-prinsip hukum) mengenai perselisihan pemilihan umum (Pemilu) di Amerika Serikat karena fokus buku ini adalah ragam putusan pengadilan-pengadilan negara bagian Amerika Serikat atas perkara perselisihan Pemilu.

Terdapat banyak kasus yang berawal dari “kisah orang yang percaya bahwa mereka atau pihaknya kalah dalam sebuah Pemilu karena kecurangan yang dilakukan oleh lawannyaatau oleh petugas Pemilu” (hal. vvi). Karenanya menjadi patut untuk dibaca dan dipahami berbagai kasus yang terjadi di sana, walau tidak dapat pula serta merta dijadikan pertimbangan putusan pengadilan Indonesia karena aturan main dan situasinya berbeda.

Contoh, di Indonesia terdapat Komisi Pemilihan Umum yang secara struktur membawahi Komisi Pemilihan Umum provinsi/kabupaten/kota, sedangkan di Amerika Serikat, setiap negara bagian menyelenggarakan Pemilu-nya sendiri. “Biasanya, kuasa negara bagian untuk melaksanakan Pemilu diteruskan dengan hukum yang berlaku kepada distrik dan kota-kota di negara bagian. Mereka harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Dasar, undang-undang, dan peraturan yang berlaku di negara bagian untuk penyelenggaraan Pemilu.” (hal. 2).

Dari kisah-kisah tersebut, maka kita dapat temukan masalah-masalah yang muncul dalam Pemilu di Amerika yang demokrasinya dapat dikatakan maju. Masalah-masalah tersebut di antaranya: kesalahan dalam penghitungan surat suara; gangguan dan intimidasi terhadap pemilih; jual beli suara (vote buying); kegagalan memenuhi tenggat waktu; formulir pendaftaran pemilih yang tidak benar; kesalahan penulisan ejaan dalam surat suara; calon yang tidak memenuhi syarat; hilangnya kerahasiaan surat suara; perusakan kotak suara; pemalsuan tanda tangan pada surat permohonan; penahanan juru kampanye; surat suara yang tidak memadai untuk pemilih yang tidak memilih di tempat pemungutan suara (absentee ballots); memilih lebih dari satu kali; calon yang meninggal dunia; surat suara yang ditolak; penggunaan fasilitas dan sarana publik untuk kepentingan politik; pemilih yang bukan penduduk setempat; kelebihan sisa surat suara; sikap tidak etis di tempat pemungutan suara; dll.

Dengan demikian, kita pun dapat beranggapan bahwa permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pemilihan umum, termasuk banyak pemilihan umum kepala daerah yang kita laksanakan sekarang ini ternyata dialami pula oleh negara lain. Itulah pentingnya buku ini untuk dikaji karena buku ini tidak hanya sekedar memaparkan permasalahan yang ada, tetapi juga mengutip berbagai putusan pengadilan atau badan atas permasalahan tersebut sebagai solusi.

Satu lagi hal menarik yang dapat dipelajari bahwa perselisihan hasil Pemilu di Amerika Serikat tidak hanya diselesaikan oleh pengadilan. “Perselisihan-perselisihan yang menyangkut para calon yang akan duduk di dewan perwakilan negara bagian atau senat diselesaikan oleh badan-badan di beberapa negara bagian dan oleh senat dan Dewan Perwakilan Amerika Serikat dalam Pemilu untuk mengisi jabatan-jabatan di tingkat federal” (hal. xvii).

Di balik pentingnya buku ini, sayang sekali hasil terjemahan atau penyuntingan cukup membingungkan pembaca. Terbukti atas kalimat di atas yang merupakan kutipan langsung, sebenarnya sangat informatif tetapi bisa “mengecoh” pembaca. Selain itu, penerjemah tidak konsisten dan mumpuni menggunakan berbagai istilah hukum yang sudah umum di Indonesia. Seperti, penggunaan kata “keputusan pengadilan” atau “putusan pengadilan” menunjukkan penerjemah atau penyunting belum memahami perbedaan keduanya.

Walau demikian, secara umum buku ini layak untuk menjadi pegangan bagi penyelenggara maupun partisipan Pemilu Indonesia karena memuat berbagai logika hukum yang penting dalam memaknai perselisihan Pemilu atau proses penyelenggaraan Pemilu. Apalagi terdapat lampiran ringkasan putusan-putusan yang dijadikan dasar narasi buku ini, sangat penting untuk mencari sendiri putusan tersebut dalam internet. Sekali lagi, karena terjemahan yang tidak memuaskan.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...