Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Konflik antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengenai batasan pengawasan hakim versus independensi peradilan atau kekuasaan kehakiman yang merdeka (judicial independence) masih menyisakan pertanyaan yang patut diperdebatkan secara serius, yaitu bagaimana prinsip dan penerapan independensi peradilan yang ideal. Independensi, dalam konteks Indonesia, tentu saja tidak hanya dimaktubkan kepada dunia peradilan. Pemahaman istilah “merdeka”, “mandiri”, “bebas” kerap tertera pada kekuasaan lain, seperti pada Bank Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, Kejaksaan, ataupun Kepolisian, bahkan Komisi Yudisial. Setiap institusi yang diminta independen menghadapi dilema yang sama untuk menguraikan kemerdekaan institusinya. Khusus mengenai “kekuasaan kehakiman yang merdeka”, frasa tersebut merupakan hasil reformasi konstitusi pada tahun 2001 yang didasari pengalaman buruk kekuasaan kehakiman pada orde sebelumnya. Kenyataannya, muncul eforia kekuasaan kehakiman yang merdeka