Skip to main content

31 HAKIM MA MENGAJUKAN PENGUJIAN UU KY

Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan Sidang Panel Pengujian UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY), yang diajukan oleh 31 Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Selasa lalu (21/3/2006) Jam 14.00 WIB di Ruang Sidang MK lantai 1 Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.

Dalam pembacaan permohonan oleh kuasa hukum para Pemohon, terungkap bahwa para Hakim Agung menganggap hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya UU KY, khususnya yang berkaitan dengan ?pengawasan hakim? yang diatur dalam Bab. III Pasal 20 dan Pasal 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), serta yang berkaitan dengan ?usul penjatuhan sanksi? yang diatur dalam Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) dihubungkan dengan Bab. I Pasal 1 butir 5 UU KY. Karena dengan pasal-pasal tersebut, Hakim Agung (termasuk di dalamnya Hakim Konstitusi dari MK) menjadi obyek pengawasan serta dapat diusulkan penjatuhan sanksi oleh KY.

Menanggapi permohonan tersebut Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi, S.H. yang menjadi ketua majelis hakim panel menyarankan agar permohonan secara tegas menyebutkan apa yang dimohonkan. Hal ini terkait juga dengan bagian diktum permohonan. Hakim Konstitusi Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S mengungkapkan bahwa permohonan belum menegaskan kualifikasi para Pemohon yang akan bertindak sebagai perorangan. Hal senada diutarakan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. Menurut Palguna, kejelasan tentang kualifikasi pemohon itu menjadi penting agar permohonan tidak jatuh di legal standing. "Mohon hal itu ditegaskan di dalam perbaikan, yang menurut undang-undang diberikan waktu 14 hari untuk melakukannya" ujarnya.

Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini berakhir jam 14.27 WIB. (Luthfi W.E.)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=103

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...