Skip to main content

MHI GUGAT UU KPK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengadakan sidang pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diajukan oleh Masyarakat Hukum Indonesia (MHI). Sidang ini dilaksanakan pada hari Selasa (30/5/2006) jam 10.00 WIB di Ruang Sidang MK Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.

MHI yang diwakili Direktur Eksekutifnya A.H. Wakil Kamal, S.H. menganggap UU KPK yang menaungi keberadaan KPK bertentangan dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945. MHI juga menganggap, UU KPK bertentangan dengan prinsip negara hukum pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bertentangan dengan asas-asas pemisahan kekuasaan dengan prinsip keseimbangan kekuasaan (checks and balances) yang dianut UUD 1945 serta bertentangan dengan asas kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).

Dengan adanya pertentangan UU KPK dengan prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum dan keadilan, menurut MHI, telah mengakibatkan sistem ketatanegaraan dan sistem pemerintahan menjadi kacau sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara terganggu disebabkan tidak adanya kepastian hukum dan jaminan keadilan bagi seluruh warga negara. Untuk itu MHI memohonkan, diantaranya agar UU KPK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi saran majelis hakim yang dipimpin oleh Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, SH., dengan anggota majelis I Dewa Gede Palguna, SH., MH. dan Soedarsono, SH.yang menitikberatkan pada legal standing terkait dengan kerugian konstitusional, A.H. Wakil Kamal, S.H. bermaksud untuk membuat perbaikan. Sidang ini ditutup jam 10. 50 WIB (Luthfi W.E.)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=145

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...