Skip to main content

PUTUSAN MK: PANWASLIH BUKAN LEMBAGA NEGARA

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) bukanlah lembaga negara. Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pembacaan putusan perkara No. 1/SKLN-VI/2008 yang diajukan Panwaslih Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Morowali terhadap Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Morowali (KPUD), Jumat (28/2), di ruang Sidang MK.


Menurut MK, Panwaslih tidak dapat dikualifikasikan sebagai lembaga negara, apalagi lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, karena berdasar pada Pasal 109 PP No. 6 Tahun 2005, Panwaslih merupakan lembaga ad hoc yang tugasnya berakhir 30 hari setelah pengucapan sumpah/janji Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.


Selain itu, keberadaan KPUD untuk Pilkada pun bukanlah perintah UUD 1945 melainkan atas perintah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Sehingga, bagi MK, KPUD juga tidak dapat dikualifikasikan sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.


“Sudah sangat terang benderang (expressis verbis), baik dari segi objectum litis maupun dari segi subjectum litis tidak terpenuhi syarat telah terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,” ucap Hakim Konstitusi Harjono membacakan pertimbangan putusan.


Sehingga amar putusan perkara tersebut menyatakan, ”permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard),” ucap Ketua MK, Jimly Asshiddiqie dalam sidang yang terbuka untuk umum.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=611

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...