Skip to main content

Opinio Jurisseu necessitatis

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono


Opinio Jurisseu necessitatis dapat diartikan keyakinan hukum golongan orang-orang yang berkepentingan. Keyakinan hukum inimerupakan salah satu syarat agar hukum kebiasaan, atau lebih sering disebut “kebiasaan” saja, dapat dijadikan sumber hukum formal.

Menurut Mr. JHP Bellefroid dalam buku Inleiding Tot de Rechtsweten sehap in Nederland, yang dikutip Mudjiono dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Indonesia (1991), kebiasaan meliputi seluruh peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan-peraturan itu memenuhi syarat-syarat: 1. Harus ada perbuatan atau tindakan yang semacam dalam keadaan yang sama dan harus selalu diikuti oleh umum. Dalam hal ini, tidak diperlukan seluruh rakyat ikut dalam kebiasaan tersebut, yang perlu mengikuti hanyalah golongan-golongan orang yang berkepentingan saja, bahkan yang berada dalam keadaan tertentu. Contoh: kebiasaan dalam bidang perdagangan dibentuk oleh para pedagang. 2. Opinio Jurisseu necessitatis yang mempunyai dua makna. Pertama, keyakinan hukum dalam arti materiil, artinya suatu keyakinan bahwa hukum atau aturan itu memuat hukum yang baik. Kedua, keyakinan hukum dalam ari formil, artinya orang yakin bahwa aturan tersebut harus diikuti dengan taat dan dengan tidak mengingatakan nilai dari isi aturan tadi.

Dalam sejarah pengkitaban di Eropa Barat, Mudjiono berkeyakinan, telah terbukti bahwa selain hukum Romawi yang dikitabkan atas perintah Kaisar Justinianus (Corpus Iuris Civilis), hukum kebiasaan (costumes) tetap diakui dan dipergunakan. Sesudah kebiasaan dikomentari oleh para glossator dan post glossator (abad ke-11s.d. ke-13), kebiasaan tetap dapat mempertahankan diri di samping hukum yang dikitabkan tersebut. Baru pada akhir abad ke-18, kodifikasi di Eropa Barat menang. Hal ini mengakibatkan kebiasaan memperoleh tingkatan kedua.

Akan tetapi, apabila kita mengakui kebiasaan itu derajatnya bisa disamakan dengan undang-undang, Mudjiono berpendapat bahwa ada kemungkinan di antara kedua sumber hukum formal tersebut terdapat pertikaian. Karena itu, dalam Ilmu hukum kemudian dikenal: 1. Consuetudo praeter legem (kebiasaan yang menambah atau menjelaskan undang-undang). Biasanya kebiasaan ini sering menjadi bahan bagi penambahan norma undang-undang. 2. Consuetudo contra legem (kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang). Kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang dapatlah mengakibatkan undang-undang dihapuskan (consuetudo obrogatoria) ataupun undang-undang itu tidak diperhatikan lagi, karena hanya kebiasaan yang bertentangan tersebut yang diperhatikan (desuetudo).

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...