Skip to main content

Polemik Pemilukada Bengkulu Selatan

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono


Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan batal demi hukum (void ab initio) pemilihan umum kepala daeraha (Pemilukada) Kabupaten Bengkulu Selatan untuk periode 2008-2013 dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang yang diikuti oleh seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kecuali Pasangan Calon Nomor Urut 7 (H. Dirwan Mahmud dan H. Hartawan, S.H.) selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan diucapkan.

Hal tersebut merupakan amar putusan perkara Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 8 Januari 2009 yang diajukan Reskan Effendi /Rohidin Mersyah (Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu Tahun 2009-2014).

Menurut MK, H. Dirwan Mahmud terbukti tidak memenuhi syarat sejak awal untuk menjadi Pasangan Calon dalam Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan karena terbukti secara nyata pernah menjalani hukumannya karena delik pembunuhan, yang diancam dengan hukuman lebih dari 5 (lima) tahun. Penyelenggara Pemilukada in casu KPU Kabupaten Bengkulu Selatan dan Panwaslu Kabupaten Bengkulu Selatan telah melalaikan tugas karena tidak pernah memproses secara sungguh-sungguh laporan-laporan yang diterima tentang latar belakang dan tidak terpenuhinya syarat H. Dirwan Mahmud, sehingga Pemilukada berjalan dengan cacat hukum sejak awal. Kelalaian tersebut menyebabkan seharusnya Dirwan tidak berhak ikut, dan karenanya keikutsertaannya sejak semula adalah batal demi hukum (void ab initio).

Selanjutnya, MK menyatakan, untuk mengawal konstitusi dan mengawal Pemilukada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagai pelaksanaan demokrasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, MK menilai bahwa perkara a quo adalah sengketa hasil Pemilukada yang menjadi kompetensi dan dapat diadili oleh Mahkamah, karena apabila sejak awal Pihak Terkait H. Dirwan Mahmud tidak menjadi peserta dalam Pemilukada sudah pasti konfigurasi perolehan suara masing-masing Pasangan Calon akan berbeda dengan yang diperoleh pada Pemilukada Putaran I maupun Putaran II.

Karenanya, sebagian permohonan Pemohon beralasan sehingga dapat dikabulkan dan sehingga MK membatalkan hasil Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan secara keseluruhan sehingga harus diulang dengan menyertakan semua calon selain Pihak Terkait (H. Dirwan Mahmud).

Terhadap putusan ini, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion) yang intinya meminta agar Pasal 58 huruf f UU 32/2004 (syarat tidak dipidana calon kepala daerah) seyogianya ditinjau kembali kegunaannya atau ditafsirkan secara sedemikian rupa yang mencerminkan kearifan (wisdom) untuk memberikan masa depan narapidana yang lebih cerah dan manusiawi.

Pada perkembangan selanjutnya, ternyata pelaksanaan Putusan Mahkamah Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 tersebut, belum dapat dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan karena tidak tersedianya anggaran untuk melaksanakan pemungutan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Bengkulu Selatan. Atas hal tersebut , MK mengabulkan permohonan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan untuk memperpanjang pelaksanaan Putusan Mahkamah Nomor 57/PHPU.D-VI/2008, tanggal 8 Januari 2009, sampai dengan 7 April 2010 sesuai Lampiran 1 Berita Acara Rapat Pleno Bersama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan dan Panwaslu Kabupaten Bengkulu Selatan Nomor: 07/BA.KPU-BS/XII/2009, tanggal 22 Desember 2009.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...