Skip to main content

RAGAM PARADIGMA DAN TEORI HUKUM TERKINI


Oleh Luthfi Widagdo Eddyono


Judul Buku: Teori-Teori Hukum Kontemporer
Penulis: Prof. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S.
Penerbit: In-TRANS Publishing, Malang
Tahun Terbit: Juli, 2008
Jumlah halaman: viii + 118 halaman

Perkembangan teori hukum masa kini tidak lah terlepas dari perkembangan teori sosial. Paling tidak hal itulah yang mengemuka dalam buku Teori-Teori Hukum Kontemporer yang disusun Prof. A. Mukthie Fadjar. Hal tersebut karena “dinamika keilmuan hukum dan dinamika keilmuan sosial dewasa ini cenderung memasuki ranah-ranah yang sama dan saling bersinggungan”, sehingga untuk memahami hukum dengan baik dan linear perlu pendekatan inter, multi, dan trans disiplin, khususnya dengan ilmu-ilmu sosial. (Kata Pengantar, hlm. V).

Bab I buku ini menjelaskan paradigma hukum sebagai sistem yang mendominasi pemikiran utama kalangan hukum, baik teoritisi maupun akademisi, sejak lahirnya negara modern pada abad 17 hingga kini. Membaca Bab ini, maka kita akan mulai memahami terjadinya pergeseran paradigma ilmu pengetahuan dan khususnya pergeseran paradigma hukum sebagai sistem ke paradigma baru yang nonsistemik (disorder of law).

Bab II membahas Teori Hukum dan Teori Sosial di antaranya mengenai ajaran-ajaran hukum dan rasionalitas, critical jurisprudence, peralihan kesusasteraan (the Literary Turn), Discursive Structuralism, dan Legal Pragmatism. Jelaslah bahwa tidak hanya berhubungan dengan sosiologi, ilmu hukum juga dapat dikaitkan dengan ekonomi, sastra, genealogi (sejarah mengenai masa kini), dan ilmu budaya. Satu hal yang dapat dicatat bahwa teori sosial memiliki akarnya pada teori hukum, dan agenda para teoritisi sosial klasik terikat dengan ilmu hukum. Teori Sosial Kontemporer pun berjuang dengan banyak hal yang sama dengan teori hukum, tetapi sekarang dengan diferensiasi bidang-bidang keilmuan. (hlm. 53-54).

Bab III adalah mengenai Tipologi Hukum. Akan menjelaskan perbedaan antara, tipe hukum represif, tipe hukum otonom, dan tipe hukum responsif. Konsep hukum responsif diakui sebagai jawaban atas kritik bahwa hukum seringkali lepas dari realitas sosial dan cita-cita keadilan. Konsep ini juga merupakan upaya bagi integrasi teori hukum kembali, filsafat politik, dan telaah sosial yang diidam-idamkan pencari keadilan.

Bab IV secara komprehensif akan menjelaskan Gerakan Studi Hukum Kritis yang telah bergaung di kalangan pegiat hukum Indonesia. Terungkap sejarah, dasar-dasar filosofis, aspek-aspek utama, maupun kritik-kritik bagi gerakan tersebut.

Bab V dan Bab VI menguraikan Teori Hukum Feminis dan Teori Ras Kritis. Kedua cabang ilmu teori hukum kritis ini sangat perlu untuk diterangkan dalam dua bab berbeda karena kepentingannya bagi perkembangan modern ilmu hukum sebagaimana Brian Bix menamakan kedua ilmu/teori hukum ini sebagai “Outsider Jurisprudence”.

Bab VII adalah Analisis Ekonomi terhadap Hukum. Menurut Mukthie Fadjar, dalam dekade terakhir di Amerika, tidak ada pendekatan hukum yang lebih berpengaruh jika dibandingkan dengan Analisis Ekonomi terhadap Hukum (Economic Analysis of Law) di mana cara berfikirnya setidak-tidaknya didominasi oleh rasa tidak percaya pada hukum, ketidakadilan hukum, dan bidang-bidang hukum bisnis. (hlm. 111). Pembahasan pada Bab ini mengarah pada pemikiran Ronald Coase (pemenang hadiah nobel bidang ekonomi) dan Teori Richard Posner, yaitu Teori Wealth Maximization (Teori Memaksimalkan Kekayaan) yang memberikan pelayanan yang sama baiknya sebagai penjelasan sebagian kegiatan pengadilan pada umumnya dan sebagai teori keadilan. Menurut teori tersebut, hakim dalam memutuskan suatu kasus harus sesuai dengan kepentingan masyarakat. (hlm. 115).

***

Buku ini menguraikan teori-teori hukum terkini yang selalu dijadikan rujukan bagi akademisi dalam melakukan kajian, maupun juga bagi praktisi hukum untuk menjelaskan latar belakang pemikiran hukumnya. Uraian tersebut sangatlah khas Mukthie Fadjar, mantan Wakil Ketua MK, dengan kalimat-kalimat lugas tetapi nyata pilihan-pilihan kata yang bermakna. Karenanya, kita dapat dibawa masuk ke alam pikiran beliau yang kerap menggunakan pendekatan sistemik.

Berbagai teori yang terkesan “jelimet” dapat disampaikan dengan bahasa biasa tetapi tidak mengurangi kadar pengertiannya. Selain itu, Prof. Mukthie Fadjar mumpuni melakukan alih bahasa secara bebas tulisan Kim Lan Scheppele, “Legal Theory and Social Theory” (Bab II) dan mencuplik/menyarikan tulisan Surya Prakash Sinha “Jurisprudence: Legal Philosophy in a Nutshell” (Bab IV dan Bab V). Karenanya buku ini merupakan rekomendasi bagi siapa saja, baik akademisi, praktisi, pengamat, pemerhati, maupun pegiat hukum dan sosial yang berniat mempelajari dan memahami perkembangan keilmuan hukum terkini.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus