Skip to main content

JIHAD DAN KEBEBASAN BERAGAMA


Oleh Luthfi Eddyono


“ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945


Sejauh mana kebebasan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya? Pertanyaan demikian menjadi sebuah isu konstitusional ketika agama (kepercayaan) telah diinterpretasikan secara ekstrim untuk menentang keberadaan negara dan melanggar hak konstitusional warga negara lain.

Paling tidak terdapat dua isu utama yang perlu dikaji secara mendalam untuk dapat memahami kondisi demikian. Pertama, ancaman bom yang kerap dikaitkan dengan isu jihad. Kedua, usaha pendirian Negara Islam Indonesia (NII) yang akhir-akhir ini kerap menjadi headline pemberitaan karena “penculikan” kelompok radikal islam terhadap mahasiswa. Ada pula aksi main hakim sendiri (eigentrichting) kelompok masyarakat yang didasari agama.

Ancaman bom yang lagi marak atas nama agama saat ini pun mengalami pergeseran paradigma. Awalnya hanya ditujukan kepada “kaum barat”. Sekarang ditujukan kepada aparat dan kelompok pemikir liberal yang selalu beropini negatif terhadap ideologi terorisme yang berlandaskan agama.

Pendirian Negara Islam Indonesia (NII) sendiri merupakan isu sensitif yang dimulai sejak negara Indonesia diproklamasikan. Hal demikian terkait pemahaman apakah negara Indonesia merupakan negara agama atau negara sekuler. Sampai sekarang, masih ada kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara islam yang berbeda dengan dasar pemikiran UUD 1945. Mereka kerap melakukan kekerasan terhadap kelompok lain yang berbeda ideologi.

Kedua isu tersebut layak bila dikaitkan dengan pemahaman jihad kelompok-kelompok minor yang beranggapan wajar melakukan kekerasan bila dilandasi kepentingan agama. Rumitnya, pemahaman demikian merupakan bentuk manifestasi agama dan kepercayaan yang dilindungi oleh Pasal 29 UUD 1945.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Laksamana Muda Maeda: Militer Jepang Pecinta Indonesia Merdeka

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono                 Rear Admiral Tadashi Maeda atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai Laksamana Muda Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang sangat berjasa bagi proses kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Bahkan sebelum dia berkontribusi menyediakan kediamannya di Jalan Miyako-Doori 1, Jakarta (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat) bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan (sekaligus memberi perlindungan bagi para aktivis kemerdekaan), Maeda yang sejak tahun 1942 telah menjabat di Indonesia sebagai perwira penghubung antara angkatan darat (Riku) dan angkatan laut (Kaigun) sempat “mendirikan” suatu sekolah atau institut politik yang diberi nama Asrama Indonesia Merdeka (Ashram of Free Indonesia) pada Oktober 1944 bagi para pelajar terpilih (Soerojo, 1988:16; Mrazek, 1994:249). Lahir pada 3 Maret ...