Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Salah satu anggota
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang akhirnya mendapat gelar
Pahlawan Nasional pada tahun 2011 adalah Mr. I Gusti Ketut Pudja. Beliau lahir
di Singaraja, Bali pada 19 Mei 1908. Putra dari I Gusti Nyoman Raka dan Jero
Ratna Kusuma ini mendapat pendidikan HIS Singaraja (diploma, 1922), AMS Bandung
(diploma, 1926), dan Rechts Hoogeschool (diploma, 1934). Karenanya tokoh
kemerdekaan ini juga merupakan pakar hukum yang mumpuni.
Dalam bagian Biodata
Anggota BPUPKI buku Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945 yang
diterbitkan Sekretariat Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998), disebutkan I
Gusti Ketut Pudja pada Januari 1935 merupakan volontair di Kantor Residen Bali
dan Lombok.
Pada tahun 1936-1942
beliau kemudian bekerja di Raad van Kerta (Pengadilan khusus di Bali). Pada 27
Januari-21 Juli 1942, beliau bekerja di Redjikan Dairi. Pada 22 Juli
1942-Januari 1944, beliau bekerja di Giozei Komon (Ceram Minseibu) dan pada
Juli 1944-1945, bekerja di Giyozei Komon
(Sunda Minseibu).
Mr. I Gusti Ketut Pudja
juga terlibat dalam perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Muda Maeda
pada tanggal 16 Agustus 1945 sampai dini hari esoknya. Beliau juga hadir dalam
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.
Akhirnya beliau terpilih menjadi anggota PPKI mewakili Sunda Kecil (Bali dan
Nusa Tenggara).
Salah satu kontribusi Mr.
I Gusti Ketut Pudja dalam rapat PPKI adalah ketika pembahasan Pembukaan UUD
1945 pada Rapat Besar 18 Agustus 1945. Ketut mengusulkan agar kata “Allah” dalam
paragraf ketiga Pembukaan UUD 1945 yang sebelumnya berbunyi, “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya” diganti menjadi “Tuhan”.
Selengkapnya Ketut menyatakan,
“Ayat 3 “Atas berkat Rahmat Allah”
diganti dengan “Tuhan” saja, “Tuhan Yang Maha Kuasa”. Atas hal tersebut, Ketua
Rapat, Ir. Soekarno menanggapinya, “Diusulkan
supaya perkataan “Allah Yang Maha Esa” diganti dengan “Tuhan Yang Maha Esa”.
Tuan-tuan semua mufakat kalau perkataan “Allah” diganti dengan “atas berkat
Tuhan Yang Maha Kuasa”. Tidak ada lagi, Tuan-tuan? Kalau tidak ada lagi, saya
baca seluruhnya, maka kemudian saya sahkan.” (Sekretariat Negara: 1998).
Kemudian Ir. Soekarno
membacakan keseluruhan pembukaan UUD 1945 termasuk paragraf ketiga yang
berbunyi sebagai berikut: “Atas berkat
Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya”. Selanjutnya Pembukaan UUD 1945 disahkan.
Walau begitu dalam Berita
Republik Indonesia Tahun II Nomor 7, tanggal 15 Februari 1946 kata “Allah” masih digunakan. Menurut
penyunting buku Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945 pada
catatan kaki halaman 538, kemungkinan
besar hal ini merupakan kesalahan teknis belaka dalam suasana revolusi saat
itu.
Selanjutnya berdasarkan Rapat
PPKI bertanggal 19 Agustus 1945, PPKI juga menetapkan untuk sementara daerah
Negara Indonesia dibagi dalam delapan provinsi yang masing-masing dikepalai
oleh seorang Gubernur, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra,
Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Mr. I Gusti Ketut Pudja kemudian
yang ditunjuk menjadi Gubernur Republik Indonesia untuk Sunda Kecil.
Prof. Dr. I Gde
Parimartha sebagaimana dikutip Suara Pembaruan (20/11/2011) menyatakan, “Ketut telah banyak berjuang di masa revolusi...
dia sempat menjadi Gubernur Sunda Kecil dan berusaha sekuat tenaga
mempertahankan kemerdekaan.” Selain itu, menurut Sejarawan Univeritas
Udayana tersebut, “Dedikasi pahlawan dari
Bali ini saat masa kemerdekaan Indonesia dalam mempertahankan prinsip kehidupan
kebangsaan seharusnya tetap dipelihara dan menjadi teladan bagi masyarakat Bali.”
Selain mendapatkan gelar
Pahlawan Nasional pada tahun 2011, Mr. I Gusti Ketut Pudja juga penerima
Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan No.Skep.228 tahun 1961 dan
Bintang Mahaputra Utama berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 048/TK/Tahun 1992,
bertanggal 12 Agustus 1992.
Daftar
Bacaan:
Safroedin Bahar, dkk. (Penyunting).
Risalah Sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Sekretariat
Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998).
[http://sp.beritasatu.com/home/mr-ketut-puja-wajar-ditetapkan-sebagai-pahlawan-nasional/13414].
[http://www.sejarawan.com/210-biografi-gusti-ketut-pudja.html]
#Telah dimuat dimuat di Majalah Konstitusi, Mei 2015
Comments