Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2010

Sengketa Batas Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru Di Provinsi Maluku (UU 40/2003) berikut Penjelasannya dan Lampiran II tentang batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat sepanjang menyangkut Pasal 7 ayat (2) huruf b (batas sebelah timur) telah menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan UUD 1945. Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara 123/PUU-VII/2009 bertanggal 2 Februari 2010. Perkara tersebut diajukan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah, dan perorangan warga negara Kepala Pemerintah Negeri di Maluku Tengah. Menurut MK, Pasal 7 ayat (4) UU 40/2003 berikut Penjelasan dan Lampiran II sepanjang Pasal 7 ayat (2) huruf b dapat menimbulkan kontradiksi penafsiran dengan cara pandang yang lain. Pasal 7 ayat (2) menegaskan bahwa, “Kabupaten

Hitungan Masa Jabatan Kepala Daerah

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, Hitungan masa jabatan Kepala Daerah tidak terhalang oleh berlakunya dua Undang-Undang yang berbeda dan setengah masa jabatan atau lebih kepala daerah dihitung sebagai satu kali masa jabatan. Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 22/PUU-VII/2009 bertanggal 17 November 2009 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004). Menurut MK, pada hakikatnya baik UU 22/1999 maupun UU 32/2004 dan PP 6/2005 telah mengatur hal yang sama tentang masa jabatan Kepala Daerah yaitu lima tahun. Perbedaan sistem pemilihan kepala daerah baik tidak langsung [vide Pasal 40 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU 22/1999] maupun langsung (Pasal 15 PP 6/2005) tidaklah berarti bahwa sistem Pemilihan Kepala Daerah tidak langsung, tidak atau kurang demokratis dibandingkan dengan sistem langsung, begitu pula sebaliknya. Keduanya merupakan kebijakan negara tentang sistem pemilihan ke

Polemik Pemilukada Bengkulu Selatan

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan batal demi hukum (void ab initio) pemilihan umum kepala daeraha (Pemilukada) Kabupaten Bengkulu Selatan untuk periode 2008-2013 dan memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bengkulu Selatan untuk menyelenggarakan Pemungutan Suara Ulang yang diikuti oleh seluruh pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kecuali Pasangan Calon Nomor Urut 7 (H. Dirwan Mahmud dan H. Hartawan, S.H.) selambat-lambatnya satu tahun sejak putusan diucapkan. Hal tersebut merupakan amar putusan perkara Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 8 Januari 2009 yang diajukan Reskan Effendi /Rohidin Mersyah (Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu Tahun 2009-2014). Menurut MK, H. Dirwan Mahmud terbukti tidak memenuhi syarat sejak awal untuk menjadi Pasangan Calon dalam Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan karena terbukti secara nyata pernah menjalani hukumannya karena delik pembunuhan, yang

KONSTITUSIONALITAS PERGANTIAN ANTARWAKTU ANGGOTA LEGISLATIF YANG DIUSULKAN OLEH PARTAI POLITIK

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Pasal 22B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pasca perubahan menyatakan, “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang”. Khusus untuk anggota DPR, ketentuan tersebut kemudian diatur lebih rinci dalam Bagian Kelima Belas tentang Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU 27/2009). Dalam Pasal 213 ayat (1) UU 27/2009 disebutkan, “Anggota DPR berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.” Selanjutnya Pasal 213 ayat (2) UU 27/2009 menyatakan sebagai berikut. Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila: a.tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjut

IMPLEMENTASI PASAL 29 UUD 1945: FORMAT IDEAL KEBEBASAN BERAGAMA

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Salah satu pasal dalam UUD 1945 yang tidak mengalami perubahan pada tahun 1999-2002 adalah Pasal 29 UUD 1945. Pasal tersebut terdiri atas dua ayat yang menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (ayat 1) dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2). Dengan kata lain, cara pandang penyusun perubahan UUD 1945 tetaplah sama dengan penyusun konstitusi pada tahun 1945. Akan tetapi kondisi faktual menunjukkan adanya variasi cara pandang terhadap tafsiran atas pasal tersebut di masyarakat. Realitas dalam masyarakat pun menunjukkan telah terjadi ketegangan-ketegangan atas nama agama/kepercayaan. Timbul konflik antarumat maupun internal yang menjurus pada kekerasan baik yang bersifat fisik maupun non fisik, sporadis maupun terstruktur. Tak hanya itu, institusi negara bahkan dianggap sewenang-wenang dengan adanya aturan kriminalisasi dala

ASANKA SITARA LUTHFI

Anakku, ASANKA SITARA LUTHFI, lahir 27 Februari 2010 jam 20.16 WIB.

RAGAM PARADIGMA DAN TEORI HUKUM TERKINI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku: Teori-Teori Hukum Kontemporer Penulis: Prof. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S. Penerbit: In-TRANS Publishing, Malang Tahun Terbit: Juli, 2008 Jumlah halaman: viii + 118 halaman Perkembangan teori hukum masa kini tidak lah terlepas dari perkembangan teori sosial. Paling tidak hal itulah yang mengemuka dalam buku Teori-Teori Hukum Kontemporer yang disusun Prof. A. Mukthie Fadjar. Hal tersebut karena “dinamika keilmuan hukum dan dinamika keilmuan sosial dewasa ini cenderung memasuki ranah-ranah yang sama dan saling bersinggungan”, sehingga untuk memahami hukum dengan baik dan linear perlu pendekatan inter, multi, dan trans disiplin, khususnya dengan ilmu-ilmu sosial. (Kata Pengantar, hlm. V). Bab I buku ini menjelaskan paradigma hukum sebagai sistem yang mendominasi pemikiran utama kalangan hukum, baik teoritisi maupun akademisi, sejak lahirnya negara modern pada abad 17 hingga kini. Membaca Bab ini, maka kita akan mulai memahami terjadinya pergeseran