Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2010

penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Setiap orang berhak untuk bebas dari p enyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 Apa yang dimaksud dengan “penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”? Rujukan utama dalam mendefiniskan frasa tersebut adalah definisi dalam Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, Tidak Manusiawi, atau merendahkan martabat manusia) yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Dalam Pasal 1 ayat (1) Konvensi, menyebutkan, “Untuk tujuan Konvensi ini, istilah “penyiksaan” berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu a

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus

MEMBANDINGKAN (TREN) HUKUM TATA NEGARA

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku: Perbandingan Hukum Tata Negara Penulis: Nomensen Sinamo, S.H., M.H. Penerbit: Jala Permata Aksara Tahun Terbit: 2010 Jumlah Halaman: xi + 238 halaman Mengapa belajar perbandingan hukum tata negara? Mark Tushnet dalam buku Weak Courts, Strong Rights, Judicial Review and Social Welfare Rights in Comparative Constitutional Law (2008) mengungkapkan, prinsip utama perbandingan tersebut adalah, “more knowledge is generally better than less” dan “studying comparative constitutional law might improve our ability to make domestic constitutional law.” Karena itulah kajian berupa perbandingan hukum tata negara kerap dilakukan para pakar dan akademisi di seluruh dunia, untuk mencoba mencari kelemahan hukum tata negara di negara masing-masing dengan cara membandingkannya dengan hukum konstitusi negara lain. Nomensen Sinamo, seorang pengajar di berbagai perguruan tinggi di Jakarta pun ikut dalam tren global tersebut. Dalam buku Perbandingan Hukum