Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2013

Resensi: Quo Vadis Ilmu Hukum Indonesia?

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono   Judul Buku: Refleksi dan Rekonstruksi Ilmu Hukum Indonesia Penulis: Satjipto Rahardjo, dkk Editor: Esmi Warassih, dkk Penerbit: Thafa Media, Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia, dan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro Terbitan: Cetakan I, Oktober 2012 Jumlah Halaman: xxvii dan 655. Dilihat dari para penerbitnya, bahasan buku ini jelas akan mengarah kemana. Diterbitkan oleh Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia dan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro, merekalah yang telah berkolaborasi untuk menggelar Kongres Ilmu Hukum Indonesia baru-baru ini (20/10/2012). Buku ini merupakan “kado” dari kongres tersebut bagi pengembangan keilmuan hukum di Indonesia. Berasal dari berbagai makalah yang dipresentasikan dalam kongres, maka pengkotak-kotakan tema pun disesuaikan dengan tujuan kongres, yaitu menuntaskan surat wasiat Prof. Tjip (panggilan akrab Almarhum Prof. Satjipto Rahardjo) berupa

Resensi: SEGERA RATIFIKASI STATUTA ROMA

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku          :             Menuju Keadilan Global: Pengertian, Mandat dan Pentingnya Statuta Roma Penulis                :             Prof. Soetandyo Wignjosobroto, dkk. Penerbit              :              ICTJ dan Indonesian Civil Society Coalition for The International Criminal Court Tahun Terbit      :               Januari, 2012 Jumlah halaman:              xxiv + 220 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsudin, dalam pengantar buku ini menyatakan, terlepas adanya perdebatan dan wacana tentang perlu atau tidaknya Indonesia meratifikasi, pemerintah menetapkan bahwa ratifikasi Statuta Roma penting bagi perlindungan, penghormatan, pemenuhan, dan pemajuan hak asasi manusia di Indonesia. “Dengan meratifikasi Statuta Roma, bukan saja meneguhkan Indonesia sebagai negara demokrasi yang besar, tetapi Indonesia akan sejajar dengan bangsa-bangsa lain dalam upaya untuk terus-menerus menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan

AKTIF TANPA KEKERASAN

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono   Dibandingkan berbagai aktivitas kekerasan anak muda seperti tawuran dan perkelahian yang telah memakan korban jiwa, kegiatan Komunitas Peace Generation di Yogyakarta baru-baru ini sungguh lebih positif dan mencerahkan. Mereka membuat Gerakan Pelangi Manusia,   Rainbow for Peace : “ The Rainbow is You ” pada 21 September 2012 lalu, di Nol Kilometer Yogyakarta dalam bentuk   flash mob   dan pertunjukkan seni untuk memperingati hari perdamaian. Komunitas yang eksis sejak tahun 2003 dan bergerak di bidang resolusi konflik dan perdamaian di kalangan anak muda tersebut juga sengaja melibatkan berbagai komunitas-komunitas pemuda lainnya di Yogyakarta untuk membangun jaringan dalam semangat kebhinekaan, perdamaian, dan menolak segala bentuk kekerasan. Memahami Perbedaan Terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan populasi yang diperkirakan sebesar 230.472.833 jiwa pada tahun 2009, Indonesia adalah negara berpen

Hanya Pemerintah yang Dapat Memohon Pembubaran Parpol

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Permohonan Pengujian UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011 (UU Parpol) dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 (UU MK) yang diajukan oleh Pong Hardjatmo, dkk serta Masyarakat Hukum Indonesia, ditolak untuk seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pada hari ini Kamis, (3/1/2013). Pong Hardjatmo, dkk dalam permohonannya berpendapat, ketentuan yang membatasi hak untuk mengajukan permohonanpembubaran partai politik yang hanya kepada pemerintah dan tidak diberikan kepada pihak lain adalah bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, menurut mereka, sanksi adiminstratif dalam bentuk pembekuan sementara partai politik dan kepengurusan partai politik mereduksi kewenangan absolut Mahkamah Konstitusi untuk memutus pembubaran partai politik.  Menurut MK, Pasal 24C UUD 1945 tidak mengatur mengenai siapa yang berhak mengajukan perkara