Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2011

Landasan Hukum Baru Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan

Oleh Luthfi Eddyono Untuk memberikan pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada didalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan administrasi kependudukan. Peraturan perundang-undangan mengenai administrasi kependudukan khususnya yang mengatur pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang ada saat ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan hak asasi manusia, sehingga perlu diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru yang sesuai dengan keadaan yang berkembang saat ini (bayangkan saja, selama 61 tahun, administrasi kependudukan Indonesia masih menggunakan produk kolonial Belanda). Hal itu yang mendasari dibentuknya UU Administrasi dan Kependudukan (UU Adminduk). Akhirnya, setelah sempat menciptakan polemik dikalangan politisi, Rancangan Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan (RUU Adminduk tel

Perbedaan Permohonan “Ditolak” dan Permohonan “Tidak Dapat Diterima"

Oleh Luthfi Eddyono Apa perbedaan permohonan “ditolak” dan permohonan “tidak dapat diterima”? Dalam artikel “Pedagang Aksesoris Pramuka Kalah Uji Materi UU Pramuka” yang diakses dari http://www.tempointeraktif.com/hg/kesra/2011/03/05/brk,20110305-317786,id.html kedua hal tersebut tidaklah ada bedanya. Dalam kalimat awal artikel tersebut tertera kalimat yang mengutip Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, "Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima,". Dalam kalimat lain tertuang, “Mahkamah Konstitusi tak menemukan adanya kerugian konstitusional terhadap Sholihin dalam uji materi ini. Akibat tak ada unsur kerugian itu, Sholihin dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonannya tidak dipertimbangkan alias ditolak.” Pada penggunaan sehari-hari, kita memang mengenal penghalusan bahasa “ditolak” menjadi “tidak dapat diterima”. Hal demikian tidaklah salah dalam konteks bahasa umum karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti ditolak, sal

Penguatan Partai Politik

Oleh Luthfi Eddyono Political parties created democracy. Schattscheider yang menyatakan hal itu percaya bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi. Sejarah juga membuktikan bahwa partai politik merupakan sesuatu yang esensial bagi realisasi pemerintahan yang berdasarkan pilihan mayoritas dengan cara yang demokratis. Partai politik memang memberikan forum bagi warga negara untuk ekspresi politik tersebut dan mengagregasi kepentingan-kepentingan yang berbeda. Di sisi lain, keberadaan partai politik merupakan wujud pelaksanaan hak asasi manusia sebagai salah satu ciri dari negara demokrasi. Keberadaannya menjadi implikasi pengakuan terhadap hak-hak politik seperti hak memilih (the right to vote), hak berorganisasi (the right of association), hak atas kebebasan berbicara (the right of free speech), dan hak persamaan politik (the right to political equality). Karena itu, partai politik merupakan pilar yang sangat penting untuk terus diperkuat derajat pelembagaannya (the de

MENGANTISIPASI “STATE OF EMERGENCY”

Oleh Luthfi Eddyono Judul buku : Hukum Tata Negara Darurat Penulis : Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Penerbit : Rajawali Press Tahun Terbit : 2007 Jumlah halaman : viii + 428 halaman Persoalan hukum dan ilmu hukum tata negara, biasanya selalu dibicarakan dengan asumsi, yaitu bahwa negara berada dalam keadaan biasa dan normal. Akan tetapi dalam praktiknya, di samping kondisi negara dalam keadaan biasa (ordinary condition) atau normal (normal condition), kadang-kadang timbul atau terjadi keadaan yang tidak normal. Apalagi, bila dikaitkan dengan kondisi negara Indonesia yang berada di kawasan persimpangan antarsamudera, antarbenua, antarkebudayaan, antarkekuatan ekonomi, dan bahkan antarperadaban, serta banyak sekali mengandung potensi bencana dan kejadian-kejadian yang luar biasa, sangatlah gampang timbul keadaan yang tidak lazim, keadaan luar biasa, atau keadaan yang tidak normal lainnya, yang semuanya termasuk kategori keadaan darurat atau state of emergency. Jika keadaan darura

Setiap Orang Dianggap Tahu Hukum

Oleh Luthfi Eddyono Di Indonesia, setiap orang tanpa terkecuali dianggap mengetahui semua hukum/undang-undang yang berlaku dan apabila melanggarnya, akan dituntut dan dihukum berdasarkan undang-undang/hukum yang berlaku tersebut. Hal ini didasarkan pada teori fiktie yang menyatakan bahwa begitu suatu norma hukum ditetapkan, maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu hukum/undang-undang (een ieder wordt geacht de wet/het recht te kennen). Ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat dijadikan alasan pemaaf atau membebaskan orang itu dari tuntutan hukum (ignorantia iuris neminem excusat/ignorance of the law excuses no man). Menurut H.A.S. Natabaya dalam buku Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia, paradigma dan doktrin berpikir yang melandaskan teori fiktie lazim dalam negara yang menganut sistem civil law (Indonesia termasuk yang menganutnya sebagai peninggalan Belanda). Teori ini diberi pembenaran pula oleh prinsip yang juga diakui universal, yaitu persamaan di hadapan huku

Penyiksaan

Oleh Luthfi Eddyono Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” Ukuran yang harus dipedomani tentang penyiksaan tersebut menurut Mahkamah Konstitusi dalam putusan 21/PUU-VI/2008 harus mengacu kepada rumusan yang dianut dalam instrumen hukum Hak Asasi Manusia yang berlaku di Indonesia. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment—CAT) pada tanggal 28 September 1998 melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 dan karenanya telah menjadi Negara Pihak (negara yang ikut dalam ketentuan) Konvensi. Pasal 1 konvensi tersebut telah mendefinisikan torture (penyiksaan) sebagai “Any act by which severe pain or suffering, whether physical or mental, is

Diskriminasi

Oleh Luthfi Eddyono Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia Indonesia (human rights law) dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”. Ketentuan mengenai larangan diskriminasi di atas juga diatur dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Article 2 ICCPR berbunyi, “ Each State Par

Kewajiban Produsen Rokok Untuk Pencantuman Peringatan Bahaya Rokok dalam Bentuk Gambar dan Huruf Braille

Oleh Luthfi Eddyono Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan, Frasa “berbentuk gambar” dalam Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang tersebut menjadi, “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00”. Hal tersebut disampaikan dalam sidang terbuka untuk umum di Ruang Sidang MK pada 1 November 2011 untuk Putusan Nomor 34/PUU-VIII/2010. Dengan demikian, kewajiban bagi produsen dan importir rokok adalah mencantumkan peringatan yang berupa tulisan yang jelas dan gambar. Menurut MK dalam pertimbangannya, kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan dengan tanda gambar atau bentuk lainnya, akan semakin menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusi