Skip to main content

HUKUMAN MATI BUKAN SOLUSI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Tidak ada bukti nyata penerapan hukuman mati akan mencegah peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang. Hal tersebut disampaikan Prof. Jeffrey Fagan, ahli dari Columbia University, Amerika Serikat, pada sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) perkara No. 2/PUU-V/2007 dan 3/PUU-V/2007 tentang pengujian UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terhadap UUD 1945, di Jakarta (2/5/2007).

Lanjut Jeffrey, cara terbaik untuk mengatasi permasalahan peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang adalah dengan pengobatan dan rehabilitasi bagi pengguna narkotika dan obat-obatan.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM, Abdul Hakim Garuda Nusantara, menjelaskan hingga Juli 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati (termasuk Indonesia) dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. "Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan biasa, 30 negara melakukan moratorium de facto tidak menerapkan hukuman mati dan total 129 negara yang melakukan abolisi terhadap hukuman mati", ujarnya.

Menanggapi pertanyaan apakah produk hukum yang masih menganut hukuman mati itu mempunyai landasan konstitusional atau tidak, menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, dalam diskusi internal Komnas HAM, mayoritas memang berpendapat hukuman mati sudah tidak memiliki landasan konstitusional. "Memang ada pandangan internal lain dari Komnas HAM yang masih menyetujui hukuman mati," ungkapnya.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=350

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan