Seorang teman berkata, menjadi pns harus siap ditempatkan dimana saja atau bagian apa saja. kataku, itu menyakitkan. "mengapa demikian?"
Mungkin alasannya, karena pns gajinya dari negara sehingga hrs siap diperlakukan apapun oleh negara (baca=aparatur negara). Mungkin juga karena pns harus punya kemampuan general, dengan kata lain, menjadi pns tidaklah boleh spesialis.
Aku coba bantah. Walau pns digaji dari anggaran negara, tetapi pns juga warga negara yang memiliki hak eksistensi baik pada kemampuan maupun harapan dan keinginannya. Ketika pns direkrut, telah ditetapkan formasi yang dipilihnya. Artinya, telah ada penyesuaian kemampuan dan harapan berdasarkan kehendak bebas. Ketika dilakukan penempatan baru, maka sudah sewajarnya adanya perimbangan kehendak kembali antara pemutus kebijakan penempatan dan pns tersebut ketika terjadi tour of duty atau tour of area.
Sebenarnya terbersit pikiran, apakah kebijakan itu merupakan sisa otoritarian orde sebelumnya yang menuntut kepatuhan mutlak aparatur negara. Mungkin saja.
Alasan kebutuhan pns yang generalis terbantahkan mutatis mutandis dengan penggunaan sistem rekruitmen berdasarkan formasi.
Mengapa butuh pns generalis? Mungkin karena pns diharapkan bisa melakukan apa saja untuk masyarakat. Absurd. Banyak pns yang tidak bisa menyelesaikan masalah modern yang kompleks dan detail, karena kemampuan "standar"nya telah dibentuk general semata.
Dengan kata lain, konsep tour of duty atau tour of area pns tetap harus mempertimbangkan kehendak pns tersebut dan assesment yang tidak otoriter. sehingga profesionalisme tidak hanya merupakan kata-kata manis, melainkan menjadi klise yang sudah sewajarnya.
Mungkin alasannya, karena pns gajinya dari negara sehingga hrs siap diperlakukan apapun oleh negara (baca=aparatur negara). Mungkin juga karena pns harus punya kemampuan general, dengan kata lain, menjadi pns tidaklah boleh spesialis.
Aku coba bantah. Walau pns digaji dari anggaran negara, tetapi pns juga warga negara yang memiliki hak eksistensi baik pada kemampuan maupun harapan dan keinginannya. Ketika pns direkrut, telah ditetapkan formasi yang dipilihnya. Artinya, telah ada penyesuaian kemampuan dan harapan berdasarkan kehendak bebas. Ketika dilakukan penempatan baru, maka sudah sewajarnya adanya perimbangan kehendak kembali antara pemutus kebijakan penempatan dan pns tersebut ketika terjadi tour of duty atau tour of area.
Sebenarnya terbersit pikiran, apakah kebijakan itu merupakan sisa otoritarian orde sebelumnya yang menuntut kepatuhan mutlak aparatur negara. Mungkin saja.
Alasan kebutuhan pns yang generalis terbantahkan mutatis mutandis dengan penggunaan sistem rekruitmen berdasarkan formasi.
Mengapa butuh pns generalis? Mungkin karena pns diharapkan bisa melakukan apa saja untuk masyarakat. Absurd. Banyak pns yang tidak bisa menyelesaikan masalah modern yang kompleks dan detail, karena kemampuan "standar"nya telah dibentuk general semata.
Dengan kata lain, konsep tour of duty atau tour of area pns tetap harus mempertimbangkan kehendak pns tersebut dan assesment yang tidak otoriter. sehingga profesionalisme tidak hanya merupakan kata-kata manis, melainkan menjadi klise yang sudah sewajarnya.
Comments