Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang.” Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut UUD 1945. Hal tersebut jelas dimaktubkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan republik indonesia (UU 16/2004).
Ketentuan Pasal 2 UU 16/2004 menentukan, Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan secara merdeka kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Pasal 3 UU 16/2004 menyatakan, pelaksanaan kekuasaan negara tersebut, diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan tinggi, dan Kejaksaan negeri.
Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan. Jaksa Agung adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Dalam Pasal 22 ayat (1) UU 16/2004 Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; c. sakit jasmani atau rohani terus-menerus; d. berakhir masa jabatannya; e. tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 (terkait rangkap jabatan). Pemberhentian dengan hormat tersebut harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Terdapat isu hukum terkait dengan klausula “berakhir masa jabatannya” dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d UU 16/2004 tersebut karena dalam UU 16/2004 tidak ada ketentuan yang menentukan masa jabatan Jaksa Agung. Apakah masa jabatan Jaksa Agung sesuai dengan masa waktu kabinet ataukah masa jabatan Jaksa Agung berlaku seumur hidup ataukah masa jabatan Jaksa Agung merupakan hak prerogatif Presiden? Karenanya dibutuhkan tafsiran konstitusional dalam memaknai isu hukum tersebut.
Comments