Skip to main content

Penyelesaian Pemilukada di Mahkamah Konstitusi

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

1.Apakah Mahkamah Konstitusi (MK) siap dengan lonjakan perkara setelah Pemilukada Jatim, karena setiap perkara akan berpotensi harus memeriksa proses pelaksanaan pemilukada sejak awal?

Hal yang bersifat substantif lebih penting dari manajemen persidangan. Bila terkait dengan penyelenggaraan Pemilukada yang luber jurdil, maka MK mau tidak mau harus siap dengan konsekuensi semua perkara pemilukada akan mempermasalahkan proses pelaksanaan, tidak hanya perselisihan hasil. Manajemen perkara bisa ditingkatkan dengan mengubah hukum acara yang memberi ruang lebih luas kepada kepaniteraan untuk menseleksi permohonan yang masuk.

2.Apakah Pemilukada Jatim dan perkara-perkara pemilukada selanjutnya menunjukkan kualitas penyelenggaraan Pemilukada yang jelek?

Secara faktual berdasarkan putusan MK tentang Pemilukada, banyak aktor kejahatan yang berasal dari peserta pemilukada (pasangan calon) akan tetapi banyak kasus yang menunjukkan kompetensi penyelenggara pemilukada masih kurang karena tidak memahami fungsi dan tanggung jawabnya. Selain itu, pelanggaran-pelanggaran administratif dan pidana yang terjadi tidak mampu diselesaikan dalam waktu singkat. MK tidak bisa memberikan paksaan pada penyelenggara pemilukada tersebut karena prinsip independensi penyelanggara Pemilu. MK hanya bisa memberikan rekomendasi melalui putusan yang bersifat final dan mengikat.

3. Apa yang terjadi bila ternyata putusan MK terhadap Pemilukada terdapat kesalahan yang bersifat substantive, padahal Putusan MK bersifat final dan mengikat?
Karena menyangkut agenda kepemimpinan daerah, maka MK dibatasi waktu penyelesaian 14 hari kerja setelah registrasi. Masalah putusan MK yang final dan mengikat memang dibutuhkan demi kepastian hukum agenda kepemimpinan daerah tersebut. Bila ditemukan kesalahan dalam putusan MK, maka hal tersebut harus diterima dengan lapang dada. Dengan catatan apabila kesalahan tersebut menyangkut perbuatan pidana atau korupsi, maka MK tidak steril diperiksa aparat keplisian atau KPK atau oleh dewan kehormatan hakim konstitusi.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku in...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...