Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Judul Buku: Perbandingan Hukum Tata Negara
Penulis: Nomensen Sinamo, S.H., M.H.
Penerbit: Jala Permata Aksara
Tahun Terbit: 2010
Jumlah Halaman: xi + 238 halaman
Mengapa belajar perbandingan hukum tata negara? Mark Tushnet dalam buku Weak Courts, Strong Rights, Judicial Review and Social Welfare Rights in Comparative Constitutional Law (2008) mengungkapkan, prinsip utama perbandingan tersebut adalah, “more knowledge is generally better than less” dan “studying comparative constitutional law might improve our ability to make domestic constitutional law.”
Karena itulah kajian berupa perbandingan hukum tata negara kerap dilakukan para pakar dan akademisi di seluruh dunia, untuk mencoba mencari kelemahan hukum tata negara di negara masing-masing dengan cara membandingkannya dengan hukum konstitusi negara lain. Nomensen Sinamo, seorang pengajar di berbagai perguruan tinggi di Jakarta pun ikut dalam tren global tersebut.
Dalam buku Perbandingan Hukum Tata Negara, Sinamo memulai perbandingan “bentuk negara” dengan melakukan klasifikasi atas negara kesatuan (negara kesatuan dengan otonomi terbatas dan negara kesatuan dengan otonomi diperluas), negara serikat, dan negara konfederasi (halaman 29-56). Setelah itu, dibandingkan bentuk pemerintahan dalam republik dan monarki (halaman 57-61), serta sistem pemerintahan dalam parlementer, presidentil, dan pemerintahan campuran (halaman 63-73).
Bahasan yang lebih menarik adalah mengenai perbandingan dinamika ketatanegaraan di enam negara (Bab VII). Diulas Malaysia, Jepang, Thailand, Inggris, Perancis, dan Amerika. Untuk melengkapi kajian tersebut dilakukan pula perbandingan Mahkamah Konstitusi di empat negara, yaitu Jerman, Perancis, Rusia, dan Korea Selatan (Bab VIII). Kedua Bab ini dilengkapi juga dengan diagram dan bagan yang sangat memudahkan pembaca untuk mempelajari struktur kelembagaan yang dijelaskan dalam bacaan.
Tidak dapat diketahui mengapa negara-negara sebagaimana disebutkan di atas yang dijadikan dasar perbandingan. Penulis tidak menjelaskannya. Mungkin karena faktor data yang cukup lengkap pada negara-negara tersebut atau keterkaitan Indonesia dengan negara-negara tersebut yang menjadi “dasar” hukum tata negara Indonesia saat ini.
Walaupun hanya terdapat 16 pustaka yang dijadikan acuan dalam buku ini, buku ini cukup informatif untuk menjelaskan berbagai perkembangan tata negara di negara-negara tertentu. Sepertinya tidak semua referensi dicantumkan.
Selain itu, uraian yang ada hanyalah sebuah gambaran deskriptif tanpa disertai analisis perbandingan yang lengkap. Padahal tujuan utama sebuah perbandingan hukum tata negara tentunya untuk memberikan analisis perbandingan dalam rangka memberikan rujukan hukum tata negara yang ideal. Tujuan ini memang masih dalam perdebatan di dalam kelimuan perbandingan hukum tata negara.
Analisis berupa “apa saja yang harus diperbaiki atau diubah” tentunya dapat menjadi rekomendasi yang sangat berharga tidak hanya bagi perkembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga bagi kesempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Comments