Skip to main content

PENTINGNYA SOSIALISASI PERUBAHAN UUD 1945

Mahkamah Konstitusi (MK) bekerjasama dengan Pusat Kajian Konstitusi Universitas Airlangga dan Forum Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Surabaya menyelenggarakan lokakarya nasional dengan tema "Perkembangan Sistem Hukum Nasional Pasca Perubahan UUD 1945".

Bertempat di Hotel Hilton, Surabaya, (27/4), MK pada saat bersamaan menandatangi Memorandum of Understanding (nota kesepahaman) dengan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (HTN-HAN) Jawa Timur. Penandatanganan nota kesepahaman itu dilakukan sebelum pembukaan lokakarya yang dihadiri Gubernur Jawa Timur (Jatim), jajaran Muspida Jatim, akademisi dan praktisi hukum Jatim, serta perwakilan akademisi dari 45 fakultas hukum universitas yang ada di seluruh Indonesia.

Sekretaris Jendral MK, Janedjri M. Gaffar dalam sambutannya mengungkapkan kebutuhan untuk menyosialisasikan perubahan UUD 1945 dalam berbagai kegiatan dan cara. Salah satu contoh yang diungkapkan Janedjri adalah launching naskah UUD 1945 dalam huruf braile yang merupakan kerjasama MK dengan Departemen Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2006 nanti.

Dalam kesempatan itu Janedjri juga menyoroti kebutuhan penyesuaian kurikulum di setiap jenjang pendidikan terkait dengan Perubahan UUD 1945. Menurutnya, perubahan UUD 1945 berdampak cukup luas dalam kehidupan bertata negara, sehingga dibutuhkan sosialisasi yang cukup agar masyarakat Indonesia memiliki budaya sadar berkonstitusi dan akan lebih baik apabila hal tersebut dimulai dari jalur pendidikan.

Ketua MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H pada kesempatan yang sama juga menekankan pentingnya sosialisasi menjadi hal yang sangat mendasar. Menurut Jimly, hal ini sangat penting mengingat naskah UUD 1945 yang semula hanya memuat 71 butir ketentuan, sekarang berubah menjadi sebuah naskah UUD 1945 yang berisi 199 butir ketentuan.

"Dari jumlah 199 butir ketentuan itu, hanya 25 butir yang berasal dari ketentuan lama, sedangkan 174 butir lainnya sama sekali merupakan ketentuan baru dalam konstitusi Indonesia saat ini, " kata Jimly sebelum membuka lokakarya yang juga dihadiri Hakim Konstitusi Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., MS. dan Hakim Konstitusi Dr. Harjono, S.H., MCL. (Luthfi W.E.)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=131

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan