Skip to main content

PERTEMUAN MK DENGAN PERWAKILAN PROVINSI IRJABAR

Rombongan perwakilan Irjabar yang dipimpin oleh Pjs. Gubernur Irian Jaya Barat (Irjabar) Timbul Pudjianto dan Ketua DPRD Irjabar Jimmy Demianus Itjie mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jalan Medan Merdeka barat No. 7 Jakarta Pusat kemarin (21/2/2006) pada jam 14.00 WIB. Rombongan tersebut ditemui Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Hakim Konstitusi Achmad Roestandi dan Sekretaris Jenderal MK Janedjri M.Gaffar.

Dalam kesempatan itu Ketua DPRD Irjabar mengungkapkan tujuannya ke MK untuk menanyakan kejelasan status Provinsi Irjabar yang telah sah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), tetapi kemudian "teranulir" oleh UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Hal ini terkait dengan Pasal 76 UU Otonomi Khusus Papua yang menyebutkan pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang. Pasal 77 menyebutkan usul perubahan atas undang-undang ini dapat diajukan rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Akibatnya menurut Jimmy pendirian Irjabar harus dari titik nol kembali. "Padahal Irjabar sendiri sudah sah berdiri sesuai dengan UU Pemda," ungkapnya.

Terkait dengan putusan MK pada perkara No. 018/PUU-I/2003 yang menyatakan keberadaan provinsi dan kabupaten/kota yang telah dimekarkan berdasarkan UU No. 45 Tahun 1999 adalah sah adanya kecuali MK menyatakan lain (dalam hal ini Irjabar), Jimmy meminta penegasan MK terhadap kekeliruan langkah pemerintah melaksanakan putusan MK tersebut. Menurut Jimmy, berdasarkan putusan MK Irjabar tidak perlu dilahirkan berdasarkan ketentuan Pasal 76 dan 77 UU Otonomi Khusus Papua. "Pemerintah mau menerbitkan payung hukum, tapi ada pendapat dari NRP dan DPRP bahwa rakyat Irjabar menolak," ungkap Jimmy.

Menanggapi hal itu, Ketua MK Jimly Asshiddiqie menegaskan, Irjabar sudah sah sebagai subyek hukum tata negara, walau demikian menurut Jimly Irjabar memang membutuhkan landasan operasional. Di akhir pembicaraan, Jimly mengungkapkan harapannya agar Irjabar menjadi salah satu provinsi yang dapat diandalkan di masa yang akan datang. (Luthfi W.E.)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=58

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku in...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...