Skip to main content

DIKLAT PENGADAAN BARANG DAN JASA MK

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Mahkamah Konstitusi (MK) mengadakan pendidikan dan pelatihan (diklat) Pengadaan Barang dan Jasa untuk para pegawainya pada 2 - 4 Juni 2006 di Wisma BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Ciawi, Bogor. Pelatihan yang diikuti 35 pegawai MK ini diisi oleh Widyaiswara BPKP antara lain oleh Nurharyanto, Djamil Djalil dan Drs. Soeharto.

Pada kesempatan itu Nurharyanto menjelaskan secara komprehensif Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pemerintah yang saat ini telah mengalami empat kali amandemen. Nurharyanto menekankan pada kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan per UU-an, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Terkait dengan pengadaan barang dan jasa, Nur juga menjelaskan kebijakan Pemerintah R I agar meningkatkan produksi dalam negeri serta memberdayakan usaha kecil dan menengah; meningkatkan peran serta usaha kecil, koperasi, LSM dan masyarakat setempat; menyederhanakan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengadaan; meningkatkan profesionalisme, kemandirian dan tanggung jawab kepala PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), panitia pengadaan, atau pejabat lainnya; meningkatkan penerimaan negara sektor perpajakan; menumbuh kembangkan peran serta usaha nasional; mengharuskan pelaksanaan pengadaan diproses dalam wilayah negara RI; mengharuskan pengumuman secara terbuka rencana pengadaan; serta mengumumkan secara terbuka rencana tersebut pada koran nasional & provinsi.

Pada sesi berikutnya Djamil Djalil dalam pemaparannya lebih masuk ke aspek praktis Keppres No. 80 Tahun 2003, yaitu mengenai pengadaan barang dan jasa. Menurut Djamil, prinsip dasar pengadaan barang dan jasa adalah prinsip-prinsip yang secara umum dipergunakan dalam pengadaan barang/jasa. Terdapat pula gagasan-gagasan pengadaan barang dan jasa, diantaranya: mengurangi ekonomi biaya tinggi, meningkatkan persaingan usaha yang sehat, menyederhanakan prosedur, mengefektifkan perlindungan dan perluasan peluang usaha kecil, meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, dan meningkatkan profesionalitas pengelola proyek.

Drs. Soeharto dalam sesi terakhir melengkapi pembahasan dua pemateri sebelumnya. Soeharto menjelaskan sistem pengadaan barang dan jasa yang meliputi dua cara, melalui penyedia barang dan jasa dan swakelola. Menurut Soeharto penyedia barang dan jasa dapat dibedakan atas dua klasifikasi. Pertama, pengadaan barang/jasa pemborongan yang bisa dilakukan dengan pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung dan penunjukan langsung. Sedangkan yang kedua pengadaan jasa konsultasi bisa dilakukan dengan seleksi umum, seleksi terbatas, seleksi langsung dan penunjukan langsung.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=152

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...