Skip to main content

HAK BERPOLITIK TNI DAN POLRI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Setiap warga negara mempunyai hak berpolitik. Karenanya ketentuan bahwa anggota TNI dan Polri tidak boleh ikut di dalam pemilu boleh jadi merupakan hal yang bertentangan dengan konstitusi. Hal tersebut yang mendasari Kombes. Pol. (Purn) Drs. H.M Sofwat Hadi, S.H. yang saat ini menjabat sebagai anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan mengajukan permohonan judicial review UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD, UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU no. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, dan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Sofwat dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara No. 024/PUU-IV/2006 kemarin (15/11) menjelaskan bahwa anggota TNI dan Polri tidak boleh ikut pemilu merupakan hal yang bertentangan dengan konstitusi antara lain karena adanya diskriminasi perlakuan terhadap warga negara dan bertentangan dengan asas pemilihan, antara lain asas umum.

"Berarti untuk seluruh warga negara tidak dikecualikan karena status sosial, karena pekerjaan, karena agama, karena profesi dan sebagainya," kata Sofwat. Selain itu, menurutnya, setiap warga negara berkedudukan sama di muka hukum dan pemerintahan.

Terkait permohonan tersebut, majelis panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Letjen (Purn.) H. Achmad Roestandi, S.H. memberikan beberapa komentar. Di antaranya Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. mengenai sebagian undang-undang yang dimohonkan diuji merupakan Undang-Undang Pemilu yang sudah lewat (2004).

"Apakah masih cukup signifikan mempersoalkan undang-undang yang sudah lewat mengingat sebentar lagi juga berubah," ujar Mukhtie. Lebih lanjut Mukhtie juga mempertanyakan kerugian konstitusional pemohon sebagai purnawirawan tetapi masih mempersoalkan undang-undang yang menyangkut hak-hak polisi dan TNI.

Sofwat menanggapinya dengan mengungkapkan argumen bahwa Undang-Undang Pemilu 2004 berlaku sampai sekarang dan sampai yang akan datang selama belum dicabut atau diganti. "Jadi akan menimbulkan multitafsir, perdebatan, serta polemik berkepanjangan. Oleh sebab itulah untuk menjaga konstitusi ini Mahkamah Konstitusi perlu memutuskan," kata Sofwat.

Menanggapi pertanyaan mengapa dirinya yang sudah purnawirawan masih mengurusi kepentingan TNI dan Polri, Sofwat menjelaskan bahwa merupakan hal yang mustahil dan tidak mungkin anggota TNI dan Polri yang masih aktif untuk menggugat undang-undangnya sendiri. "Karena Undang-Undang TNI, Undang-Undang Polri produk kebijakan pimpinan," paparnya.

Untuk itu, Hakim Konstitusi Soedarsono, S.H. menyarankan agar alur berfikir Sofwat seperti yang telah diutarakannya secara lisan dapat dituangkan dalam permohonan tertulis. Hal ini dibenarkan oleh Hakim Konstitusi Letjen (Purn.) H. Achmad Roestandi, S.H. agar Sofwat sebagai purnawirawan dari Polri perlu meng-explore kaitan kepentingan dan hak konstitusional yang dirugikan dengan berlakunya berbagai undang-undang tersebut.

Sidang pemeriksaan pendahuluan ini berakhir setelah Sofwat menyampaikan keinginan untuk memperbaiki permohonannya.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=234

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan