Skip to main content

LOKAKARYA PENYUSUNAN NASKAH KOMPREHENSIF PROSES DAN HASIL PERUBAHAN UUD 1945

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Dalam rangka mengetahui lebih jauh nilai dan norma yang terkandung dalam ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945, perlu digali latar belakang pemikiran, proses, dan hasil perubahan pasal-pasal UUD 1945 dari para perumus rancangan perubahan konstitusi tersebut (pimpinan dan anggota panitia Ad Hoc III/I Badan Pekerja MPR periode 1999-2002). Hal itu yang melatar belakangi Lokakarya Penyusunan Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945 yang diselenggarakan Setjen dan Kepaniteraan MK-RI pada tanggal 2-3 Desember 2006.

Lokakarya yang bertujuan untuk membahas kerangka konseptual penyusunan naskah komprehensif proses dan hasil perubahan UUD 1945 itu diawali dengan sambutan Ketua Forum Konstitusi (forum yang mewadahi para perumus rancangan perubahan UUD 1945) Harun Kamil, S.H. dan ceramah Ketua MK-RI Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Dihadapan 25 orang panitia Ad Hoc III/I Badan Pekerja MPR periode 1999-2002, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menjelaskan bahwa sedikitnya informasi mengenai perubahan UUD 1945 mengakibatkan banyak yang menganggap UUD 1945 tidak sah. Untuk itu diharapkan sebanyak mungkin tulisan terkait dengan UUD 1945 bisa dihasilkan secara individu maupun kolektif. Terkait dengan itu, lokakarya ini diharapkan bisa membahas persiapan teknis operasional pelaksanaan penyusunan naskah komprehensif proses dan hasil perubahan UUD 1945.

Selain itu menurut Jimly, pemasyarakatan UUD 1945 juga merupakan hal yang sangat penting. Salah satu hal yang sedang dilakukan oleh MK-RI adalah alih aksara atau penerjemahan UUD 1945 ke ke dalam berbagai bahasa daerah.

"Penerjemahan UUD 1945, tidak hanya bermaksud untuk memasyarakatkan, tetapi juga memberi kesempatan masyarakat lokal untuk ikut memahami istilah-istilah kenegaraan," ujar Jimly. Lebih lanjut Jimly menjelaskan bahwa dengan penerjemahan bahasa daerah bisa diberi kesempatan bergaul, dengan tingkat abstraksi yang lebih tinggi.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=246

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku in...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...