Skip to main content

PEMOHON PENGUJIAN UU SISDIKNAS BERTAMBAH

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Para pemohon perkara No. 021/PUU-IV/2006 yang awalnya cuma tiga, kini menjadi 16. Hal tersebut disampaikan Luhut. M.P Pangaribuan, S.H., LL.M kuasa hukum para pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pascaperbaikan permohonan pengujian Pasal 53 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penjelasannya, Kamis (12/11/2006).

Selain pemohon lama [Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (Asosiasi BPTSI), Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLB PGRI), dan Komisi Pendidikan Konferensi Wali Gereja Indonesia (Komdik KWI)] terdapat beberapa yayasan lain yang bergabung, di antaranya Yayasan Tarakanita, Yayasan Karya Sang Timur, Yayasan Mardi Yuana, dll.

Selain itu, Luhut juga menyampaikan bahwa substansi permohonan pada dasarnya adalah sama, kecuali beberapa perbaikan redaksional. Luhut juga menjelaskan bahwa petitum yang diajukan adalah agar MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan penjelasannya bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) ayat (2) UUD 1945.

"Oleh karena itu dalam petitum yang ketiga kami mohon agar Pasal 53 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan penjelasannya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Luhut.

Para pemohon yang merupakan penyelenggara pendidikan yang berbentuk yayasan merasa hak konstitusional mereka dirugikan dengan berlakunya Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas yang berbunyi," Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan."

Menanggapi saran Hakim Konstitusi Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. agar yayasan-yayasan yang memohon harus menyertakan bukti telah memenuhi syarat sebagai yayasan menurut undang-undang yang ada, Luhut menjelaskan bahwa pada dasarnya sudah hampir semua bukti dan legalitasnya disampaikan.

Sebelum menutup sidang, Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H. melakukan pengesahan alat bukti dan meminta agar para pemohon menyiapkan ahli atau saksi apabila dibutuhkan.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=235

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku in...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...