Skip to main content

PENYADAPAN MEMBUTUHKAN IJIN PENGADILAN

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Bila dilihat dari segi asas, asas non retroaktif berlaku pada hukum pidana formil maupun pada hukum pidana materil. Sedangkan dari segi aturan ketentuan peraturan perundang-undangan, hanya hukum pidana materil saja yang tidak boleh berlaku surut. Hal tersebut dikemukakan Dr. Chairul Huda, S.H., M.H. pada sidang pleno pengujian UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Rabu (11/10) di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.

Komentar ahli dari Universitas Muhammadiyah Jakarta tersebut terkait dengan perkara yang diajukan Drs. Mulyana Wirakusumah dengan kuasa hukum Sirra Prayuna, S.H.,dkk (012/PUU-IV/2006); perkara yang diajukan Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, dkk dengan kuasa hukum Mohamad Assegaf, S.H. (016/PUU-IV/2006) dan perkara yang diajukan Capt. Tarcisius Walla dengan kuasa hukum Sirra Prayuna, S.H., dkk (019/PUU-IV/2006). Dihadirkan pula Dr. Mudzakir S.H., M.H. dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta sebagai ahli dari pemohon.

Pada kesempatan itu, Chairul juga menyatakan, dalamsebuah penyadapan, ijin pengadilan sangat dibutuhkan. Pengadilan bertugas memeriksa apakah memang ada bukti permulaan yang cukup berdasarkan undang-undang untuk melakukan penyadapan. Khairul beranalog, definisi penyidikan dalam KUHAP bahwa penyidikan adalah mencari dan mengumpulkan barang bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan menemukan tersangkanya. "Dengan demikian harus ada ijin dulu untuk kemudian bisa mengumpulkan barang bukti berkenaan dengan hal itu. Kalau tidak ada ijin, maka kemudian ini merupakan suatu tindakan yang sewenang-wenang yang berpotensi melanggar hak kopnstitusional seseorang," ujarnya.

Menangapi pertayaan terkait dengan keberadaan undang-undang yang bersifat khusus, Dr. Mudzakir, S.H., M.H. pada kesempatan yang sama menyatakan, suatu hukum khusus bisa dimunculkan dalam rangka menghadapi situasi yang bersifat khusus dan biasanya sesuatu yang bersifat khusus ini memiliki batasan waktu. "Ada batasan waktu tertentu, sehingga karena menyimpangi sesuatu dan menghadapi situasi tertentu maka ada limit waktu tertentu," katanya.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=222

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan