Skip to main content

PERMOHONAN PENGUJIAN UU GURU DAN DOSEN DITOLAK

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Permohonan Fathul Hadie Utsman, dkk untuk perkara No. 025/PUU-IV/2006 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan ditolak untuk seluruhnya. Hal ini dinyatakan dalam sidang pembacaan putusan pengujian UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) siang ini (22/2/2007) di Ruang Sidang MK.

Permohonan ini terkait diantaranya mengenai kualifikasi guru dan dosen yang diatur harus memiliki kualifikasi S1 atau D IV bagi guru dan pendidikan S2 bagi dosen, serta berkewajiban untuk memiliki kompetensi melalui sertifikasi. Selain itu permohonan ini mempermasalahkan juga mengenai pembedaan penggajian guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang diatur sesuai dengan undang-undang dengan penggajian guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan berdasar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

MK berpendapat bahwa permohonan tersebut tidaklah beralasan. Menurut MK, keseluruhan permasalahan yang diajukan para Pemohon dalam bentuk pengujian UU Guru dan Dosen terhadap UUD 1945, lebih merupakan masalah implementasi yang menjadi wewenang forum lain. Dengan kata lain, MK berpendapat bahwa permohonan tersebut tidak beralasan karena materi undang-undang yang dimohonkan pengujian tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Kualifikasi dan Sertifikasi Guru dan DosenDalam pertimbangan hukumnya MK menganggap bahwa keseluruhan pasal-pasal UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan kualifikasi tertentu bagi guru dan dosen serta kewajiban untuk memiliki kompetensi melalui sertifikasi, justru sangat bersesuaian dan dipandang sebagai penjabaran salah satu tugas bernegara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta penjabaran Pasal 31 UUD 1945 yang menetapkan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan.

MK, dalam pertimbangan hukum putusan, menjelaskan bahwa konteks persaingan (competition) yang terjadi dan dialami di antara anggota masyarakat bangsa-bangsa secara regional maupun global, memerlukan guru dan dosen profesional yang senantiasa meningkatkan dan mengembangkan kompetensi dan kualifikasi mereka masing-masing secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mampu sejajar dengan bangsa-bangsa lain.

Terkait dengan itu, menurut MK, untuk memperoleh pendidikan yang bermutu diperlukan kondisi bahwa guru dan dosen sebagai tenaga pendidik harus merupakan tenaga profesional, sehingga untuk tujuan tersebut beberapa hal harus dipenuhi, antara lain guru dan dosen harus terkualifikasi, yaitu dengan memiliki kualifikasi S1 atau D IV bagi guru, sedang dosen harus sekurang-kurangnya memperoleh pendidikan S2.

Penggajian Guru dan dosen Mengenai pembedaan penggajian guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan penggajian guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat, MK menganggap, pembedaan tersebut terjadi karena dasar pengangkatan guru dan dosen dilakukan oleh lembaga yang berbeda. Hak masing-masing kelompok sama-sama dilindungi oleh UUD 1945. Akan tetapi, karena dasar hukum keduanya berbeda, adalah logis dan wajar apabila sumber pendapatan kedua kelompok guru tersebut berbeda pula.

Perbedaan tersebut boleh jadi mengakibatkan penghasilan guru dan dosen yang diangkat Pemerintah/Pemerintah Daerah lebih tinggi dari pada guru dan dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan masyarakat. Akan tetapi hal yang sebaliknya dapat pula terjadi. Bagi MK, hal yang demikian bukanlah merupakan pelanggaran terhadap konstitusi, sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Karena, perlakuan yang sama di depan hukum haruslah diartikan bahwa semua kelompok guru dan dosen mendapat perlindungan hukum yang sama tanpa membedakan kelompok guru dan dosen yang diangkat Pemerintah/Pemerintah Daerah atau guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Perlindungan dan jaminan serta perlakuan yang sama di depan hukum bukanlah dimaksudkan untuk memberi pendapatan yang sama dan tidak berbeda satu dengan yang lain, melainkan lebih dimaksudkan bahwa perlindungan hukum itu dijamin oleh negara baik bagi guru dan dosen yang diangkat Pemerintah/Pemerintah Daerah maupun guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Menanggapi putusan MK ini, Fathul Hadie Utsman salah seorang pemohon menyatakan bahwa dirinya tidak mempermasalahkan hasil putusan. "Salah satu tujuan permohonan pengujian UU Guru dan Dosen ini adalah sebagai sarana bertemu pemerintah dan DPR untuk kesepahaman permasalahan," ungkapnya seusai sidang pembacaan putusan.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=292

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan