Skip to main content

DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN PARPOL

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Perubahan UUD 1945 yang berlangsung sebanyak empat kali, yaitu Perubahan Pertama (1999), Perubahan Kedua (2000), Perubahan Ketiga (2001), dan Perubahan Keempat (2002), telah membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dalam bidang pelembagaan dan kekuasaan legislatif, pelembagaan dan kekuasaan eksekutif, maupun pelembagaan dan kekuasaan yudisial.

Menurut Hakim Konstitusi Prof. H. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., MS., di bidang kepartaian khususnya masalah pembubaran Parpol, Perubahan UUD 1945 juga membawa pengaruh, yaitu dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) yang salah satu kewenangan konstitusionalnya adalah memutus pembubaran Parpol, di samping melakukan pengujian konstitusionalitas undang-undang, memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara, memutus perselisihan hasil Pemilu, dan wajib memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Hal tersebut disampaikannya dalam Temu Wicara "Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI" kerjasama Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Universitas Widyagama Malang, Sabtu (16/6/2007) di Kota Malang.

Terkait dengan Perkembangan pengaturan mengenai pembubaran Parpol di Indonesia, menurut Mukthie, perkembangan pengaturan tersebut sejalan dengan perkembangan demokrasinya. "Semakin demokratis Indonesia, maka akan semakin dipenuhi prinsip due process of law dalam pembubaran Parpol," ujarnya.

Mukthie juga berpendapat bahwa kewenangan konstitusional MK untuk memutus pembubaran Parpol merupakan konsekuensi dari fungsi MK sebagai the guardian of the constitution dan visi mewujudkan Negara Hukum Indonesia yang demokratis, modern, dan bermartabat.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=391

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan