Skip to main content

INTEGRASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mengembangkan sistem hukum nasional adalah pluralisme hukum, terutama antara hukum nasional dan hukum agama, khususnya hukum Islam sebagai bagian dari ajaran agama Islam yang dianut oleh mayoritas warga negara Indonesia.

Menurut ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., pada kegiatan Temu Wicara dan Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi yang diadakan MK RI dengan PP Muslimat Nahdlatul Ulama (30/3/2007), kedua sistem aturan tersebut membutuhkan penyelarasan antara hukum negara dan hukum agama.

Lebih lanjut Jimly mengungkapkan bahwa hal ini merupakan salah satu agenda penting, karena jika antara hukum negara dan hukum agama terjadi pertentangan, maka dalam konteks sosial dapat menjadi salah satu akar konflik sosial. Sedangkan dalam konteks individu warga negara, hal itu dapat menimbulkan keterbelahan kepribadian (split of personality) pada saat terjadi pertentangan antara kewajiban mematuhi norma hukum dengan kewajiban mematuhi norma agama. "Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan adanya integrasi sistem hukum, integrasi kesadaran hukum, dan integrasi konsep pendidikan hukum," ujar Jimly.

Terkait dengan itu, guna mengembangkan integrasi hukum Islam dalam hukum nasional, menurut Jimly, dibutuhkan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh, baik terhadap hukum Islam maupun terhadap sistem hukum nasional.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=321

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan