Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
KPI bukanlah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sehingga KPI tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Demikian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap Presiden RI q.q. Menteri Komunikasi dan Informatika dengan perkara No. 030/SKLN-IV/2006, di Jakarta (17/4).
Menurut Majelis Hakim Konstitusi, berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal (5), dan Pasal (7) UUD 1945, Presiden qq. Menteri Komunikasi dan Informatika adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Oleh karena itu, mereka merupakan pihak yang bisa berperkara di MK atau memiliki subjectum litis. Akan tetapi, UUD 1945 tidak menyebut, apalagi memberikan kewenangan konstitusional kepada KPI. Dengan demikian, keberadaan KPI bukanlah merupakan lembaga negara sebagaimana dimaksud Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 61 Ayat (1) UU MK.
Terkait dengan dalil KPI yang menyatakan bahwa kewenangan konstitusionalnya mengalir secara derivative dari Pasal 28F UUD 1945, MK berpendapat bahwa Pasal 28F UUD 1945 mengatur tentang hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dan bukan mengatur hak dan/atau kewenangan lembaga negara, apalagi memberikan kewenangan kepada lembaga negara yang berkaitan dengan penyiaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KPI adalah lembaga negara yang dibentuk dan kewenangannya diberikan oleh undang-undang bukan oleh Undang-Undang Dasar, sehingga KPI bukanlah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=333
KPI bukanlah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, sehingga KPI tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
Demikian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang diajukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap Presiden RI q.q. Menteri Komunikasi dan Informatika dengan perkara No. 030/SKLN-IV/2006, di Jakarta (17/4).
Menurut Majelis Hakim Konstitusi, berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal (5), dan Pasal (7) UUD 1945, Presiden qq. Menteri Komunikasi dan Informatika adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Oleh karena itu, mereka merupakan pihak yang bisa berperkara di MK atau memiliki subjectum litis. Akan tetapi, UUD 1945 tidak menyebut, apalagi memberikan kewenangan konstitusional kepada KPI. Dengan demikian, keberadaan KPI bukanlah merupakan lembaga negara sebagaimana dimaksud Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 61 Ayat (1) UU MK.
Terkait dengan dalil KPI yang menyatakan bahwa kewenangan konstitusionalnya mengalir secara derivative dari Pasal 28F UUD 1945, MK berpendapat bahwa Pasal 28F UUD 1945 mengatur tentang hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dan bukan mengatur hak dan/atau kewenangan lembaga negara, apalagi memberikan kewenangan kepada lembaga negara yang berkaitan dengan penyiaran.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa KPI adalah lembaga negara yang dibentuk dan kewenangannya diberikan oleh undang-undang bukan oleh Undang-Undang Dasar, sehingga KPI bukanlah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 dan tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=333
Comments