Skip to main content

MK NYATAKAN PERMOHONAN UJI UU KEPAILITAN TIDAK DAPAT DITERIMA

oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan para Pemohon perkara 2/PUU-VI/2008 tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, dalam sidang pengucapan putusan perkara pengujian UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Selasa (6/5), di Ruang Sidang MK.



Para Pemohon tersebut adalah M. Komarudin dan Muhammad Hafidz yang bertindak atas nama Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI), namun, mengualifikasikan diri sebagai kelompok orang warga negara Indonesia yang mempunyai kepentingan sama.



Menurut para Pemohon, beberapa pasal-pasal UU Kepailitan telah mengabaikan hak-hak pekerja atas upah yang harus dibayarkan oleh perusahaan yang mengalami pailit, karena tidak menempatkan upah pekerja sebagai kreditor yang diistimewakan. Pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 tersebut antara lain Pasal 29, Pasal 55 Ayat (1), Pasal 59 Ayat (1) dan Pasal 138 UU Kepailitan.



Akan tetapi, MK menilai para Pemohon tidak bersungguh-sungguh membuktikan kerugian hak-hak konstitusionalnya yang diakibatkan oleh berlakunya pasal-pasal UU Kepailitan yang dimohonkan, sehingga MK yang semula berpendapat bahwa para Pemohon yang dianggap memiliki kedudukan hukum (legal standing), namun ternyata tidak mampu membuktikan bahwa hak-hak konstitusionalnya dirugikan.



Hal ini dikarenakan, walaupun MK telah memberikan kesempatan kepada para Pemohon untuk melengkapi alat bukti tulis yang diajukan dengan mengajukan saksi dan ahli untuk memperkuat dalil-dalilnya, akan tetapi sampai batas waktu yang diberikan para Pemohon tidak mampu menghadirkan saksi dan ahli dimaksud.



Bahkan MK juga telah memberi toleransi dengan memberi kesempatan para Pemohon mengajukan keterangan tertulis dari ahli yang diinginkannya, namun hal itu juga tidak dilakukannya sesuai dengan tenggat dua minggu yang diminta oleh MK. Para Pemohon hanya mengirimkan tambahan bukti tulis berupa kliping wawancara di media pers dari beberapa orang pakar yang diakses lewat internet yang diterima di Kepaniteraan melampaui tenggat yang diberikan.



“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa para Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU MK, sehingga permohonan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)” ucap Ketua MK membacakan putusan.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=1371

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan