Skip to main content

NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Perubahan Ketiga, berbunyi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar". Terkait dengan itu, menurut Prof. Dr. H.M. Laica Marzuki, S.H., Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, pada acara dialog siaran langsung Televisi Lokal Batu TV, Sabtu (16/6/2007) pada pukul 20.30-22.00 WIB di depan Gedung II kampus Universitas Widyagama Malang, rakyat yang berdaulat tidak boleh menyimpang dari Konstitusi, artinya rakyat sendiri selaku pemegang kedaulatan harus tunduk pada UUD 1945.

"Manakala Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka pasal-pasal konstitusi dimaksud menyimpulkan bahwasanya negara Indonesia adalah negara hukum yang demokratis," kata Laica.

Senada dengan itu, Hakim Konstitusi Prof. H. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., MS., pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa fondasi yang paling tepat dan kokoh bagi sebuah demokrasi yang berkelanjutan (a sustainable democracy) adalah sebuah negara konstitusional (constitutional state) yang bersandar kepada sebuah konstitusi yang kokoh yang dapat melindungi dirinya dari ancaman, baik dari dalam maupun dari luar pemerintahan.

Menjawab pertanyaan dari salah seorang pemirsa, Mukthie menjelaskan bahwa konstitusi yang kokoh yang mampu menjamin demokrasi yang berkelanjutan hanyalah konstitusi yang mengatur secara rinci batas-batas kewenangan dan kekuasaan lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudisial secara seimbang dan saling mengawasi (checks and balances), serta memberi jaminan yang cukup luas bagi hak-hak warga negara dan hak asasi manusia (HAM).

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=392

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan