Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) selain untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan yang stabil, juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, selain sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), MK juga merupakan penafsir tertinggi konstitusi (the sole interpreter of constitution).
Hal ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Prof. H. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S. pada Lokakarya "Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI" kerjasama Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI dengan Universitas Lambung Mangkurat, di Aula Bappeda Kalimantan Selatan, Banjarmasin (14/7/2007) .
Dalam lokakarya yang diikuti Pemprov se-Kalimantan, DPRD, akademisi, penegak hukum (kejaksaan, polisi dan pengadilan) dan LSM ini, Mukthie sekaligus menyampaikan harapan bahwa MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman diharapkan mampu mengembalikan citra peradilan di Indonesia sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dapat dipercaya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Menanggapi pertanyaan dari salah seorang peserta terkait dengan jenis hukum acara MK, Mukhtie menjelaskan bahwa hukum acara MK bersifat umum dan khusus. Hukum acara yang bersifat umum berlaku untuk semua kewenangan MK, sedangkan hukum acara yang bersifat khusus hanya berlaku khusus untuk masing-masing kewenangan MK. "Hukum acara MK diatur dalam Pasal 28 s.d. Pasal 85 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tetapi masih bisa dilengkapi oleh MK melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)," kata Mukhtie.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=417
Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) selain untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan yang stabil, juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, selain sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), MK juga merupakan penafsir tertinggi konstitusi (the sole interpreter of constitution).
Hal ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Prof. H. A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S. pada Lokakarya "Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI" kerjasama Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI dengan Universitas Lambung Mangkurat, di Aula Bappeda Kalimantan Selatan, Banjarmasin (14/7/2007) .
Dalam lokakarya yang diikuti Pemprov se-Kalimantan, DPRD, akademisi, penegak hukum (kejaksaan, polisi dan pengadilan) dan LSM ini, Mukthie sekaligus menyampaikan harapan bahwa MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman diharapkan mampu mengembalikan citra peradilan di Indonesia sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dapat dipercaya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Menanggapi pertanyaan dari salah seorang peserta terkait dengan jenis hukum acara MK, Mukhtie menjelaskan bahwa hukum acara MK bersifat umum dan khusus. Hukum acara yang bersifat umum berlaku untuk semua kewenangan MK, sedangkan hukum acara yang bersifat khusus hanya berlaku khusus untuk masing-masing kewenangan MK. "Hukum acara MK diatur dalam Pasal 28 s.d. Pasal 85 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tetapi masih bisa dilengkapi oleh MK melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)," kata Mukhtie.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=417
Comments