Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Ny. A. Nuraini (Pemohon I) dan suaminya Subarda Midjaja (Pemohon II) tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pengucapan putusan perkara 28/PUU-V/2007, Kamis (27/3), di ruang sidang MK.
Sebelumnya, Subarda Midjaja pernah disidik dan ditahan oleh Kepolisian tetapi kemudian dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Namun, ternyata Subarda disidik kembali dan dikenakan penahanan oleh Kejaksaan berdasar pasal yang dimohonkan untuk diuji. Oleh karena itu, Subarda menganggap hak konstitusionalnya terlanggar. Istrinya, Ny. A. Nuraini, pun menganggap dirinya dirugikan dengan kondisi itu.
Menanggapi permohonan tersebut, MK menyatakan bahwa meskipun mungkin benar Ny. A. Nuraini menderita kerugian, namun kerugian demikian bukanlah kerugian hak konstitusional. Selain itu, menurut MK, tidak terdapat hubungan langsung antara ketentuan undang-undang yang dimohonkan dan hal-hal yang dianggap sebagai kerugian.
“Dengan demikian, selain tidak ada hak konstitusional Pemohon I yang dirugikan, juga tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian perorangan dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang akan diuji,” ucap Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan membacakan pertimbangan putusan. Lebih lanjut, dibacakan, “Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon I tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan.”
Pemohon II, Subarda Midjaja, pun tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. Karena salah satu syarat kerugian hak konstitusional menyebutkan bahwa ada kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Subarda tidak memenuhi syarat tersebut. Sebab, seandainya Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka kerugian hak konstitusionalnya masih akan tetap terjadi atau dialami karena Kejaksaan masih tetap dapat melakukan penyidikan terhadap Pemohon II berdasarkan undang-undang lain seperti UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Sehingga Pemohon II tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo,” ucap Hakim Konstitusi H.A. Roestandi.
Oleh karena itu, maka, “permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard),” ucap Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, membacakan Amar Putusan.
Menanggapi putusan ini, A.H. Wakil Kamal, kuasa hukum para Pemohon, ketika dihubungi seusai sidang menyatakan bahwa yang menjadi permasalahan dalam permohonan ternyata hal teknis belaka karena hanya mencantumkan pengujian UU Kejaksaan. “Ada kemungkinan permohonan dapat dikabulkan bila mengajukan pengujian undang-undang yang lain,” tukasnya.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=610
Ny. A. Nuraini (Pemohon I) dan suaminya Subarda Midjaja (Pemohon II) tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pengucapan putusan perkara 28/PUU-V/2007, Kamis (27/3), di ruang sidang MK.
Sebelumnya, Subarda Midjaja pernah disidik dan ditahan oleh Kepolisian tetapi kemudian dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Namun, ternyata Subarda disidik kembali dan dikenakan penahanan oleh Kejaksaan berdasar pasal yang dimohonkan untuk diuji. Oleh karena itu, Subarda menganggap hak konstitusionalnya terlanggar. Istrinya, Ny. A. Nuraini, pun menganggap dirinya dirugikan dengan kondisi itu.
Menanggapi permohonan tersebut, MK menyatakan bahwa meskipun mungkin benar Ny. A. Nuraini menderita kerugian, namun kerugian demikian bukanlah kerugian hak konstitusional. Selain itu, menurut MK, tidak terdapat hubungan langsung antara ketentuan undang-undang yang dimohonkan dan hal-hal yang dianggap sebagai kerugian.
“Dengan demikian, selain tidak ada hak konstitusional Pemohon I yang dirugikan, juga tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian perorangan dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang akan diuji,” ucap Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan membacakan pertimbangan putusan. Lebih lanjut, dibacakan, “Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon I tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan.”
Pemohon II, Subarda Midjaja, pun tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. Karena salah satu syarat kerugian hak konstitusional menyebutkan bahwa ada kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
Subarda tidak memenuhi syarat tersebut. Sebab, seandainya Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU Kejaksaan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka kerugian hak konstitusionalnya masih akan tetap terjadi atau dialami karena Kejaksaan masih tetap dapat melakukan penyidikan terhadap Pemohon II berdasarkan undang-undang lain seperti UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Sehingga Pemohon II tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo,” ucap Hakim Konstitusi H.A. Roestandi.
Oleh karena itu, maka, “permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard),” ucap Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, membacakan Amar Putusan.
Menanggapi putusan ini, A.H. Wakil Kamal, kuasa hukum para Pemohon, ketika dihubungi seusai sidang menyatakan bahwa yang menjadi permasalahan dalam permohonan ternyata hal teknis belaka karena hanya mencantumkan pengujian UU Kejaksaan. “Ada kemungkinan permohonan dapat dikabulkan bila mengajukan pengujian undang-undang yang lain,” tukasnya.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/berita.php?newscode=610
Comments