Skip to main content

Permohonan Uji UU Maybrat Tak Dapat Diterima

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan Pemohon perkara 18/PUU-VII/2009 (Uji UU Maybrat) tidak dapat diterima. Hal tersebut disampaikan dalam sidang terbuka untuk umum, Selasa (24/11/2009) di Ruang Sidang MK.

Permohon perkara tersebut adalah Sadrak Moso, Yerimias Nauw, Martinus Yumame, Izaskar Jitmau, dan Willem perorangan warga negara Indonesia atau kelompok perorangan yang merasa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat (UU Maybrat) telah merugikan hak konstitusional mereka sebagai warga masyarakat asli Maybrat.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Ttahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat, berbunyi, “Ibukota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Kumurkek Distrik Aifat”. Menurut Pemohon, Kampung Kumurkek secara geografis terletak jauh dan sulit dijangkau oleh masyarakat banyak, dan Kampung Kumurkek belum memiliki sarana dan prasarana, infrastruktur dasar untuk menunjang kelangsungan kelancaran pemerintahan yaitu belum tersedianya antara lain jalan dan jembatan yang belum memenuhi syarat, belum ada gedung-gedung yang memenuhi syarat untuk digunakan menjadi kantor Pemerintahan.

Menurut MK, berdasarkan keterangan pihak-pihak dan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon dihubungkan dengan Pasal 7 UU Maybrat yang dimohonkan untuk diuji, ternyata tidak terdapat hal-hal yang dapat ditafsirkan sebagai ketentuan yang merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana yang didalilkan, yaitu hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Dalil kerugian konstitusional Pemohon setelah diberlakukannya Pasal 7 UU Maybrat adalah letak Kumurkek yang sulit dijangkau sehingga pelayanan pemerintahan tidak efektif, tidak dipenuhinya rasa keadilan, terpecahnya ikatan persatuan, dan timbulnya konflik kesukuan. MK menyatakan, hal tersebut bukan merupakan kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) UU MK dan juga bukan merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945 khususnya Pasal 28H ayat (1), karena para Pemohon sesungguhnya tidak kehilangan hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Para Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional atas berlakunya Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat,” tegas Moh. Mahfud MD, Ketua MK, ketika membacakan konklusi putusan.

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Resensi: INTEGRASI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN DAN TEORI HUKUM PROGRESIF

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Judul Buku : Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif Penulis : Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., LL.M. Penerbit : Genta Publishing Tahun Terbit : Maret 2012 Jumlah halaman : XVI + 128 halaman Berdasarkan pemaparan buku ini, sejak tahun 1970-an hingga saat ini, paling tidak terdapat dua teori hukum asli Indonesia yang mempengaruhi perkembangan kajian dan praktik hukum di Indonesia, baik pada pemikiran, pembuatan, penerapan, maupun pada penegakannya. Dua teori itu yaitu Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Pembangunan diutarakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, pakar hukum internasional dan juga mantan Menteri Kehakiman yang memasukkan teori tersebut sebagai materi hukum dalam Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1970-1975). Pandangan Mochtar intinya mengenai fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional. Menurut Mochtar, semua masyarakat yang sedang membangun selalu ...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...