Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Mendengar kata “Mongolia” mau tidak mau akan langsung teringat dengan nama besar Temujin (Genghis Khan). Ternyata ketika berada di Ulanbataar (Ibukota dan kota terbesar di Mongolia) pun, sangat terasa suasana kebanggaan warga mongolia terhadap penguasa yang berhasil menyatukan suku-suku di wilayah Mongolia tersebut sehingga ketua-ketua suku kaum Mongol dan para khan (chiefs) melantik Temujin sebagai Khan Agung dan digelar Genghis Khan (Chingis Khan untuk orang Mongol) yaitu Emperor of All Men.
Sebagai ibukota negara yang menggunakan sistem demokrasi parlementer, Ulanbataar bertebaran gedung-gedung pemerintahan dengan tiang-tiang besar. Salah satunya yang menjadi ikon adalah gedung parlemen yang mempunyai halaman luas dan menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk beraktivitas. Tak lupa beragam patung disegala penjuru kota laiknya negara-negara bekas Uni Soviet. Salah satunya patung Damdin Sükhbaatar. Tak lupa juga patung Genghis Khan.
Ulanbataar (artinya pahlawan merah) terletak di bagian timur laut Mongolia yang berada di ketinggian 1.310 meter. Dengan demikian dapat dimaklumi udara yang dingin dan angin gurun sangat mencekam kota yang bernama asli Örgöö tersebut , disertai temperatur ekstrim yang dapat berbeda sangat drastis setiap harinya.
Menurut sejarah, wilayah Ulanbataar memang punya banyak nama. Sejak 1630-1706 disebut Örgöö (tempat tinggal), dari 1706–1911 disebut Ikh Khüree (tenda besar), Da Khüree atau disingkat Khüree. Sejak kemerdekaan tahun 1911, kota tersebut berganti nama dengan Niislel Khüree (tenda utama). Ketika kota tersebut menjadi Ibukota negara baru disebut Mongolian People's Republic pada tahun 1924 namanya berganti menjadi Ulaanbaatar (pahlawan merah) untuk menghormati pahlawan nasional Damdin Sükhbaatar yang menyelamakan Mongolia dari tentara Ungern von Sternbergs dan pendudukan China.
Kedekatan hubungan Mongolia dan Uni Soviet pada tahun 1980an sangat terasa mempengaruhi cara hidup penduduk Ulanbataar. Terlihat dari penampilan dan mode pakaian penduduk kota yang tentunya jauh dari kesan tradisional yang nomaden. Malah, mode eropa menjadi pilihan utama warga kota yang berpenduduk sekitar 1 juta jiwa tersebut. Apalagi tulisan yang digunakan adalah Cyrillic script sama dengan Rusia, bedanya pengucapannya saja karena phonetically, sedangkan bahasa yang digunakan penduduk adalah Khalkh Mongolian (90%), Turki, dan Rusia.
Mendengar kata “Mongolia” mau tidak mau akan langsung teringat dengan nama besar Temujin (Genghis Khan). Ternyata ketika berada di Ulanbataar (Ibukota dan kota terbesar di Mongolia) pun, sangat terasa suasana kebanggaan warga mongolia terhadap penguasa yang berhasil menyatukan suku-suku di wilayah Mongolia tersebut sehingga ketua-ketua suku kaum Mongol dan para khan (chiefs) melantik Temujin sebagai Khan Agung dan digelar Genghis Khan (Chingis Khan untuk orang Mongol) yaitu Emperor of All Men.
Sebagai ibukota negara yang menggunakan sistem demokrasi parlementer, Ulanbataar bertebaran gedung-gedung pemerintahan dengan tiang-tiang besar. Salah satunya yang menjadi ikon adalah gedung parlemen yang mempunyai halaman luas dan menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk beraktivitas. Tak lupa beragam patung disegala penjuru kota laiknya negara-negara bekas Uni Soviet. Salah satunya patung Damdin Sükhbaatar. Tak lupa juga patung Genghis Khan.
Ulanbataar (artinya pahlawan merah) terletak di bagian timur laut Mongolia yang berada di ketinggian 1.310 meter. Dengan demikian dapat dimaklumi udara yang dingin dan angin gurun sangat mencekam kota yang bernama asli Örgöö tersebut , disertai temperatur ekstrim yang dapat berbeda sangat drastis setiap harinya.
Menurut sejarah, wilayah Ulanbataar memang punya banyak nama. Sejak 1630-1706 disebut Örgöö (tempat tinggal), dari 1706–1911 disebut Ikh Khüree (tenda besar), Da Khüree atau disingkat Khüree. Sejak kemerdekaan tahun 1911, kota tersebut berganti nama dengan Niislel Khüree (tenda utama). Ketika kota tersebut menjadi Ibukota negara baru disebut Mongolian People's Republic pada tahun 1924 namanya berganti menjadi Ulaanbaatar (pahlawan merah) untuk menghormati pahlawan nasional Damdin Sükhbaatar yang menyelamakan Mongolia dari tentara Ungern von Sternbergs dan pendudukan China.
Kedekatan hubungan Mongolia dan Uni Soviet pada tahun 1980an sangat terasa mempengaruhi cara hidup penduduk Ulanbataar. Terlihat dari penampilan dan mode pakaian penduduk kota yang tentunya jauh dari kesan tradisional yang nomaden. Malah, mode eropa menjadi pilihan utama warga kota yang berpenduduk sekitar 1 juta jiwa tersebut. Apalagi tulisan yang digunakan adalah Cyrillic script sama dengan Rusia, bedanya pengucapannya saja karena phonetically, sedangkan bahasa yang digunakan penduduk adalah Khalkh Mongolian (90%), Turki, dan Rusia.
Comments