Skip to main content

Glosari Mahkamah Konstitusi

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono

Buku Registrasi Perkara Konstitusi: Buku yang memuat antara lain catatan tentang kelengkapan administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.

Peraturan Mahkamah Konstitusi: Peraturan yang dibuat Mahkamah Konstitusi untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

Rapat Permusyawaratan Hakim: sidang yang tertutup dan bersifat rahasia untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dengan sembilan orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim Konstitusi.

Jenis-jenis putusan Mahkamah Konstitusi
:
a.Pemohonan ditolak:
•Dalam perkara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, artinya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan.
•Dalam perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar, artinya permohonan tidak beralasan.
•Dalam perkara Pembubaran Partai Politik, artinya permohonan tidak beralasan.
•Dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, artinya permohonan tidak beralasan.
•Dalam perkara Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, artinya Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

b.Tidak Dapat Diterima (niet ontvankelijk verklaard): pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing).

c.Dikabulkan:
•Dalam perkara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, permohonan beralasan, dan materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
•Dalam perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar, artinya permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan dan termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.
•Dalam perkara Pembubaran Partai Politik, artinya permohonan beralasan.
•Dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, artinya permohonan beralasan dan Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar.
•Dalam perkara Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, artinya Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR.

d.Ketetapan: diterbitkan apabila sesudah perkara telah terdaftar di Kepaniteraan MK dan telah masuk Buku Registrasi Perkara Konstitusi, tetapi kemudian Pemohon menarik kembali permohonan/perkara. Akibatnya Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan yang sama.

Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang dalam persidangan tentang sesuatu peristiwa atau keadaan yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang karena pendidikan dan/atau pengalamannya memiliki keahlian atau pengetahuan mendalam yang berkaitan dengan permohonan, berupa pendapat yang bersifat ilmiah, teknis, atau pendapat khusus lainnya tentang suatu alat bukti atau fakta yang diperlukan untuk pemeriksaan permohonan.

Pemohon: pihak yang mengajukan permohonan berperkara di Mahkamah Konstitusi. Pemohon dalam perkara Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara. Pemohon dalam perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh Undang-Undang Dasar adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan. Pemohon dalam perkara Pembubaran Partai Politik adalah pemerintah. Pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum adalah a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum; b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan c. partai politik peserta pemilihan umum. Pemohon dalam Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah DPR.

Kuasa Hukum: orang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk mendapat kuasa hukum dari pemberi kuasa untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

Pihak Terkait: pihak yang terkait dengan perkara baik langsung maupun tidak langsung.

Termohon: pihak yang kewenangan diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dipersengketakan oleh Pemohon yang mempunyai kepentingan langsung.

Legal Standing atau Personae standi in judicio adalah kedudukan hukum atau kondisi di mana seseorang atau suatu pihak di¬ten¬tukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan. Dengan adanya kriteria legal standing, berarti tidak semua orang atau pihak mempunyai hak mengajukan permohonan ke Mahkamah Konsti¬tusi. Hanya mereka yang benar-benar mempu¬nyai kepentingan hukum saja yang boleh menjadi pemohon, sesuai dengan adagium point d’interet point d’action (ada kepentingan hukum, boleh mengajukan gugatan). Apabila permohonan yang diajukan oleh pemohon yang tidak mempunyai legal standing maka perkaranya akan berakhir dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menya-takan permohonan Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

Petitum: hal-hal yang dimohonkan.

Posita: dasar pengajuan permohonan (Fundamentum Petendi).

Renvoi: Pembenahan atau koreksi permohonan/putusan. Bagian yang salah dicoret lalu dibenarkan dan setiap koreksi diparaf.

Conditionally Constitutional: konstitusional bersyarat, artinya suatu muatan norma dianggap konstitusional (tidak bertentangan dengan Konstitusi) bila dimaknai sesuai dengan yang ditentukan MK.

Sidang Panel: sidang dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan.

Sidang Pleno: sidang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan sembilan orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim Konstitusi.

A quo: tersebut/dimaksud.

Mutatis mutandis: dengan sendirinya.

In casu: dalam kasus/perkara ini.

Hak/kewenangan konstitusional adalah hak dan/atau kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Contempt of Court: penghinaan terhadap pengadilan.

Materieele toetsing atau pengujian materiil adalah pengujian undang-undang yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Formele toetsing atau pengujian formil adalah pengujian undang-undang yang berkenaan dengan proses pembentukan undang-undang dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil.

Impeachment: pemakzulan/pemberhentian pemegang kekuasaan.

Ne bis in idem (double jeopardy): perkara yang sama dan telah diajukan sebelumnya.

Due process of law: proses beracara di peradilan.

Checks and balances system: sistem saling mengontrol dan mengimbangi, yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara.

Legislative review: pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pembuat peraturan perundang-undangan tersebut.

Judicial review: pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh badan peradilan.

Detournement de pouvoir: pelampauan kewenangan.

Dissenting opinion: pendapat berbeda.

Legal system: sistem hukum.

Law enforcement: penegakan hukum.

Rechtspolitiek: politik hukum.

Not legally binding: tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Causal verband: hubungan sebab akibat, hubungan kausalitas yang jelas untuk memperlihatkan hubungan.

Motie van wantrouwen: mosi tidak percaya.

Judicieele vonnis: putusan hukum/pengadilan.

Politieke beslissing: putusan politik.

Lex specialis derogat legi generali: peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.

Lex posterior derogat legi priori: peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan sesudahnya, mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan sebelumnya.

Lex superior derogat legi inferiori: peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

Wetgever: pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR).

Vide: sebagaimana dimaksud.

Juncto: terkait dengan.

Regeling: bersifat mengatur.

Beschikking: bersifat menetapkan.

Beleidsregel/pseudowetgeving: aturan kebijakan.

Algemene beginselen van behoorlijke bestuur: asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Aanvullend recht: aturan pelengkap, dalam konteks Mahkamah Konstitusi berupa Peraturan Mahkamah Konstitusi.

Unlawful: bertentangan dengan hukum.

Rechtsstaat: asas negara berdasar atas hukum.

Legislative drafter: perancang peraturan perundang-undangan.

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan