Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru Di Provinsi Maluku (UU 40/2003) berikut Penjelasannya dan Lampiran II tentang batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat sepanjang menyangkut Pasal 7 ayat (2) huruf b (batas sebelah timur) telah menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan UUD 1945.
Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara 123/PUU-VII/2009 bertanggal 2 Februari 2010. Perkara tersebut diajukan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah, dan perorangan warga negara Kepala Pemerintah Negeri di Maluku Tengah.
Menurut MK, Pasal 7 ayat (4) UU 40/2003 berikut Penjelasan dan Lampiran II sepanjang Pasal 7 ayat (2) huruf b dapat menimbulkan kontradiksi penafsiran dengan cara pandang yang lain. Pasal 7 ayat (2) menegaskan bahwa, “Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai batas wilayah sebelah Timur dengan Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Amahai”. Dengan mengacu pada ketentuan pasal tersebut, maka batas daerah kedua kabupaten berada di Sungai Tala (Wai Tala) sesuai kondisi sebelum ditetapkannya UU 40/2003. Di lain pihak, Lampiran II UU 40/2003 menunjukkan batas Kabupaten Seram Bagian Barat di sebelah Timur adalah Sungai Mala (wai Mala).
Akibatnya muncul daerah sengketa antara Sungai Tala (wai Tala) dengan Sungai Mala (wai Mala) kurang lebih 25 (dua puluh lima) kilometer, yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) negeri/desa masing-masing Negeri/Desa Wasia, Sanahu, dan Sapaloni/Elpaputih. Fakta kemudian menunjukkan bahwa perundingan yang alot antara pihak-pihak yang bersengketa yang telah pula difasilitasi oleh Gubernur Provinsi Maluku, penentuan batas wilayah yang tidak selesai dalam tenggang waktu lima tahun seperti yang ditentukan dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2006, sehingga terdapat dualisme pemerintahan sehingga berdampak luas pada pelayanan publik maupun pelaksanaan pemilihan umum. Karenanya secepatnya sengketa ini harus mendapatkan penyelesaian untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
Lebih lanjut, MK berpendapat, karena yang dimaksud oleh Pasal 7 ayat (2) huruf b UU 40/2003 yang menyatakan, “Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai batas wilayah... sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah dan Selat Seram”, khususnya yang menyangkut Kecamatan Amahai, harus dimaknai Kecamatan Amahai sebelum adanya pemekaran wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat, karena Kabupaten Seram Bagian Barat saat itu belum ada, maka MK menyatakan bahwa batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat adalah sungai Tala atau kali Tala atau wai Tala.
Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Kepulauan Aru Di Provinsi Maluku (UU 40/2003) berikut Penjelasannya dan Lampiran II tentang batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat sepanjang menyangkut Pasal 7 ayat (2) huruf b (batas sebelah timur) telah menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga bertentangan dengan UUD 1945.
Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara 123/PUU-VII/2009 bertanggal 2 Februari 2010. Perkara tersebut diajukan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maluku Tengah, dan perorangan warga negara Kepala Pemerintah Negeri di Maluku Tengah.
Menurut MK, Pasal 7 ayat (4) UU 40/2003 berikut Penjelasan dan Lampiran II sepanjang Pasal 7 ayat (2) huruf b dapat menimbulkan kontradiksi penafsiran dengan cara pandang yang lain. Pasal 7 ayat (2) menegaskan bahwa, “Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai batas wilayah sebelah Timur dengan Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Amahai”. Dengan mengacu pada ketentuan pasal tersebut, maka batas daerah kedua kabupaten berada di Sungai Tala (Wai Tala) sesuai kondisi sebelum ditetapkannya UU 40/2003. Di lain pihak, Lampiran II UU 40/2003 menunjukkan batas Kabupaten Seram Bagian Barat di sebelah Timur adalah Sungai Mala (wai Mala).
Akibatnya muncul daerah sengketa antara Sungai Tala (wai Tala) dengan Sungai Mala (wai Mala) kurang lebih 25 (dua puluh lima) kilometer, yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) negeri/desa masing-masing Negeri/Desa Wasia, Sanahu, dan Sapaloni/Elpaputih. Fakta kemudian menunjukkan bahwa perundingan yang alot antara pihak-pihak yang bersengketa yang telah pula difasilitasi oleh Gubernur Provinsi Maluku, penentuan batas wilayah yang tidak selesai dalam tenggang waktu lima tahun seperti yang ditentukan dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2006, sehingga terdapat dualisme pemerintahan sehingga berdampak luas pada pelayanan publik maupun pelaksanaan pemilihan umum. Karenanya secepatnya sengketa ini harus mendapatkan penyelesaian untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.
Lebih lanjut, MK berpendapat, karena yang dimaksud oleh Pasal 7 ayat (2) huruf b UU 40/2003 yang menyatakan, “Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai batas wilayah... sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Seram Utara dan Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah dan Selat Seram”, khususnya yang menyangkut Kecamatan Amahai, harus dimaknai Kecamatan Amahai sebelum adanya pemekaran wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat, karena Kabupaten Seram Bagian Barat saat itu belum ada, maka MK menyatakan bahwa batas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat adalah sungai Tala atau kali Tala atau wai Tala.
Comments