Skip to main content

Landasan Konstitusional Pemilu


Oleh Luthfi Widagdo Eddyono















Judul : Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945; Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002; Buku V Pemilihan Umum Edisi Revisi;

Penulis: Nalom Kurniawan, Budi H. Wibowo

Penerbit : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi 2010

Tahun Terbit : 2010


Sejak reformasi konstitusi 1999-2002, telah menjadi kebiasaan menjelang pemilihan umum selalu diperbincangkan rencana pembahasan undang-undang pemilihan umum baru/revisi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tentu saja dasar utama bahasan itu adalah Bab VIIB, Pemilhan Umum UUD 1945 yang terdiri atas enam ayat. Ayat terakhir memang memaktubkan “ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang”. Selain itu, terdapat bagian-bagian lain dalam konstitusi yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan konsepsi pemilihan umum seperti pengaturan megenai MPR (Bab II) dan pemilihan presiden dan wakil presiden (Pasal 6 dan Pasal 6A UUD 1945).

Tentu saja dalam setiap edisi pemilihan umum, pembahasan undang-undang pemilihan umum baru/revisi penuh dengan polemik karena konfigurasi aktor politik yang kerap berubah dan cenderung mengutamakan kepentingan masing-masing. Akibatnya, sistem yang ingin dibangun secara konsisten berdasarkan UUD 1945 kerap mengalami distorsi kepentingan politik sesaat.

Untuk itulah penting untuk dikaji secara mendalam dan komprehensif latar belakang kemunculan Bab VIIB, Pemilihan Umum UUD 1945 yang ditetapkan pada perubahan Ketiga UUD 1945 (November 2001) serta aturan berkait lainnya yang umumnya ditetapkan pada Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan perubahan Keempat . Buku ini, yang merupakan kerjasama Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dan Forum Konstitusi , sebuah perhimpunan yang beranggotakan para perumus rancangan perubahan UUD 1945 [anggota Panitia Ad Hoc III/I Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)], dapat lah dijadikan pegangan untuk mengetahui maksud dan tujuan para perumus rancangan perubahan UUD 1945 (original intent), sekaligus untuk memahami kebijakan hukum terbuka (opened legal policy) dari UUD 1945 yang dapat ditafsirkan menurut kepentingan pembuat undang-undang.

Buku yang sebenarnya merupakan penyempurnaan terbitan tahun 2008 terdiri atas 5 Bab, yaitu pendahuluan,sejarah pemilihan umum sebelum perubahan UUD 1945, perubahan UUD 1945 mengenai pemilihan anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD, perubahan UUD 1945 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden, dan perubahan UUD 1945 mengenai Bab Pemilihan Umum, serta Bab Penutup.

Mengapa salah satu substansi perubahan UUD 1945 adalah mengenai pemilihan umum? Dalam Bab Penutup, dijelaskan betapa pentingnya pemilihan umum sebagai salah satu unsur pelaksanaan demokrasi konstitusional yang meletakkan kedaulatan rakyat sebagai dasar atau fundamen pembentukan lembaga-lembaga politik demokrasi, seperti badan legislatif maupun badan eksekutif. (halaman 616). Lebih jauh lagi, jangan dilupakan kalau lembaga negara lain termasuk yudikatif pun kebanyakan dipilih dan ditentukan oleh lembaga-lembaga politik tersebut. Karena itu, sistem utama pemilihan umum sebagai tolak ukur berjalannya proses demokratisasi patut dicantumkan dalam konstitusi sebagai pedoman penyelenggaraan yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Banyak hal yang baru, di antaranya diadopsinya sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Sistem pemilihan tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip popular vote serta prinsip penyebaran dukungan dari provinsi-provinsi di Indonesia, sehingga membuka peluang dilakukannya pemilihan putaran kedua. “Ketentuan ini dimaksudkan agar presiden terpilih mempunyai legitimasi kuat karena didukung oleh rakyat di mayoritas provinsi-provinsi di Indonesia”. (halaman 618-619).

Hal lain yang tak kalah menariknya adalah norma Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan, penyelenggaraan pemilihan umum adalah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Apakah makna “mandiri” tersebut? Mengingat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum pun menyebutkan penyelenggaraan pemilihan umum dilakukan oleh komisi pemilihan umum yang bebas dan mandiri, tetapi malah terdiri dari unsur partai-partai politik peserta pemilu dan pemerintah, yang bertanggungjawab kepada Presiden. Untuk lebih jelasnya, cari tahu dalam buku ini.

Comments

Popular posts from this blog

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku ini ak

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an

PENYEMPURNAAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SETJEN DAN KEPANITERAAN MK RI

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Organisasi yang ideal mampu mencapai tujuan secara optimal. Untuk itu organisasi dapat berulangkali melakukan perubahan organisasional dan perencanaan sumber daya manusia (SDM) agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Hal inilah yang melatarbelakangi Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan rapat koordinasi "Penyempurnaan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI" pada 23-25 Maret 2007 di Jakarta. Sekretaris Jenderal MK RI, Janedjri M. Gaffar, dalam rapat koordinasi menyatakan bahwa Keputusan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi No. 357/KEP/SET.MK/2004 yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI memang perlu disempurnakan. Penyempurnaan itu menurut Janedjri idealnya harus melalui analisis jabatan dan analisis manajemen. "Penyempurnaan ini diharapkan dapat komprehensif yaitu dengan mendasarkan pada teori organisasi dan