TERSANGKA ATAU TERDAKWA BERHAK MENGAJUKAN SAKSI DAN/ATAU AHLI YANG MENGUNTUNGKAN PADA TAHAP PENYIDIKAN
Oleh Luthfi Eddyono
Permohonan Yusril Ihza Mahendra yang menguji konstitusionalitas pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi pada 8 Agustus 2011 lalu.
Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pengertian saksi dalam pasal-pasal tersebut tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan, “ketentuan pemanggilan serta pemeriksaan saksi dan/atau ahli yang menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 juncto Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, harus ditafsirkan dapat dilakukan tidak hanya dalam tahap persidangan di pengadilan, tetapi juga dalam tahap penyidikan”.
Akibat Putusan Nomor 65/PUU-VIII/2011 tersebut, definisi saksi yang dapat didengar keterangannya oleh penyidik suatu perkara tidaklah harus orang yang mendengar, melihat, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, terdapat hak baru tersangka atau terdakwa untuk mengajukan (memanggil dan memeriksa) saksi dan/atau ahli yang menguntungkan bagi diri tersangka atau terdakwa pada tahap penyidikan.
Comments