Skip to main content

UPAYA PENGHAPUSAN SENJATA NUKLIR



Oleh Luthfi Widagdo Eddyono


Indonesia tidak tiba-tiba saja menjadi salah satu pelopor Traktat Southeast Asia Nuclear-Weapon-Free Zone (SEANWFZ). Sudah sejak dulu Indonesia memang berkeyakinan untuk tidak mengembangkan atau memiliki senjata nuklir dan pemusnah massal, serta berkomitmen untuk mendukung upaya perlucutan senjata dan non-proliferasi senjata nuklir.

Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997 tentang Pengesahan Treaty on the Southeast Asia Nuclear-Weapon-Free Zone (Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara), Indonesia sudah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1957 tentang Persetujuan Negara Republik Indonesia terhadap Anggaran Dasar dari Badan Tenaga Atom Internasional dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian mengenai Pencegahan Penyebaran Senjata-senjata Nuklir.

Kebijakan demikian tepat karena sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang memaktubkan tujuan negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Keberadaan senjata nuklir memang sangat berpotensi mengancam perdamaian dan ketertiban dunia karena adanya risiko pecahnya perang nuklir yang dapat membunuh secara massal dan menghancurkan peradaban manusia. Cara untuk menghindarinya tentunya dengan melalui penghapusan seluruh senjata nuklir termasuk uji cobanya, tanpa syarat, mengikat secara hukum, dan nondiskriminatif.

Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak awal juga berupaya untuk menghindari pecahnya perang nuklir. Pada tahun 1963 telah dihasilkan Partial Nuclear-Test-Ban Treaty (PTBT) yang melarang uji coba nuklir di udara, di luar angkasa, dan laut. Kemudian ada Threshold Test-Ban Treaty pada tahun 1976 yang melarang uji coba nuklir di atas kapasitas 150 kiloton, dan Peaceful Nuclear Explosions Treaty pada tahun 1976 yang melarang uji coba nuklir untuk tujuan militer.

Lebih lanjut, setelah perang dingin berakhir, pada Konferensi Perlucutan Senjata tahun 1996 telah dihasilkan rancangan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty) yang pada pokoknya bertujuan untuk mengurangi senjata nuklir secara global melalui usaha-usaha yang sistematis dan progresif dengan tujuan menghapuskan senjata nuklir dan perlucutan senjata nuklir secara umum di bawah pengawasan internasional yang tegas dan efektif.

Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan melarang Negara Pihak untuk melakukan segala uji coba ledakan senjata nuklir atau ledakan nuklir lainnya dan melarang serta mencegah semua ledakan nuklir semacamnya yang berada di wilayah yurisdiksi atau pengawasannya, serta menahan diri dari tindakan yang menyebabkan, mendorong, atau berpartisipasi dengan cara apa pun dalam melakukan semua jenis uji coba ledakan senjata nuklir atau ledakan nuklir lainnya.

Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir sungguh penting mengingat sejak 1945 sampai dengan 1996 diketahui telah terjadi lebih dari 2.000 tes nuklir yang dilakukan oleh Amerika serikat (1000+), Uni Soviet (700+), Perancis (200+), serta Inggris dan China masing-masing 45 kali (http://www.ctbto.org) dan masih adanya potensi perang antara negara-negara pengembang senjata nuklir tersebut.


Ratifikasi Traktat
Dalam rangka menjalin dan meningkatkan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral dalam perlucutan dan non-proliferasi senjata pemusnah massal, khususnya senjata nuklir, Indonesia telah menandatangani Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir pada tanggal 24 September 1996 di New York, Amerika Serikat dan pada awal tahun ini telah pula melakukan ratifikasi traktat melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengesahan Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty).

Dengan disahkan dan diundangkan tepat di awal tahun, yaitu pada 4 Januari 2012, undang-undang ratifikasi tersebut berarti melengkapi berbagai instrumen internasional seperti PTBT, Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT), International Atomic Energy Agency (IAEA), Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on Their Destruction, dan Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on Their Destruction yang juga telah diratifikasi dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.

Bila dilihat dalam laman http://www.ctbto.org yang dikelola the Preparatory Commission for the Comprehensive Nuclear-Test-Ban Organization (komisi persiapan sebelum adanya Organisasi Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir), hingga bulan Februari 2012, 182 negara telah menandatangani Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir dan 157 negara telah meratifikasinya termasuk tiga negara yang memiliki senjata nuklir, yaitu Perancis, Rusia dan Inggris. Dibutuhkan 44 negara yang memiliki teknologi nuklir untuk menandatangani dan meratifikasi traktat tersebut agar dapat ditegakkan secara penuh. Indonesia menjadi negara terakhir peratifikasi. Sampai saat ini masih tersisa delapan negara yang belum melakukannya yaitu, China, Mesir, India, Iran, Israel, Korea Utara, Pakistan dan Amerika Serikat.

Tantangan
Banyak negara yang sengaja menunda penandatanganan dan ratifikasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir dengan harapan negara-negara lain yang telah memiliki senjata nuklir untuk lebih dahulu meratifikasinya. Ada ketakutan bila suatu negara menghentikan pengembangan senjata nuklir, ternyata pesaing potensial negara tersebut masih mengembangkan senjata nuklir, maka akan terkalahkan dalam persaingan pengembangan teknologi senjata nuklir.

Ratifikasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir oleh Indonesia yang merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia dapat memotivasi negara-negara lain yang belum menandatangani dan meratifikasi, sekaligus dapat meningkatkan peran Indonesia baik tingkat regional maupun global dalam bidang perlucutan dan non-proliferasi senjata nuklir.

Sungguh penting bagi Indonesia untuk tetap konsisten pada Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir dan mendukung sepenuhnya dengan mengambil tindakan yang diperlukan guna implementasi kewajiban-kewajiban dalam Traktat. Hal demikian merupakan upaya dalam membangun rasa saling percaya antarnegara agar ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam terjamin.

#Telah dimuat di Jurnal Nasional, 21 Juni 2012. http://www.jurnas.com/halaman/6/2012-06-21/212984

Comments

Popular posts from this blog

Ichibangase Yoshio, Bayang-Bayang Kemerdekaan Indonesia

Oleh Luthfi Widagdo Eddyono Saat ini sulit untuk mengetahui keberadaan Ichibangase Yoshio, padahal pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, dia adalah orang yang memiliki jabatan yang penting. Ichibangase Yoshio (namanya dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan [EYD] adalah Itibangase Yosio) berkebangsaan Jepang dan menjadi Ketua Muda ( Hoekoe Kaityoo ) atau Wakil Ketua Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai atau Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). BPUPK adalah sebuah lembaga yang diumumkan mula keberadaannya pada tanggal 1 Maret 1945 oleh Panglima Tentara Jepang, Kumaciki Harada yang pengangkatan pengurus dan anggota diumumkan (dilantik) pada 29 April 1945 oleh Yuichiro Nagano (pengganti Harada) bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. BPUPK beranggotakan 62 orang dengan Ketua dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wedyodiningrat, serta Wakil Ketua Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (anggota istimewa) dan terdapat terdapat tujuh orang an...

Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi

Judul Buku : Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara oleh Mahkamah Konstitusi Penulis : Luthfi Widagdo Eddyono Penerbit : Insignia Strat Cetakan Pertama , Maret 2013 Terbitan Online :  http://bit.ly/11IgInD Buku ini menceritakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu dalam penyelesaian perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Baik Mahkamah Konstitusi, maupun sengketa kewenangan lembaga negara merupakan hal yang baru dalam konsepsi ketatanegaraan Indonesia akibat perubahan konstitusi pada tahun 1999-2002 yang menguatkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi ( checks and balances ) antarlembaga negara. Tidak adanya lagi lembaga tertinggi negara dan dipahaminya kedudukan setara antarlembaga negara menciptakan potensi konflik antarlembaga negara tersebut. Karenanya Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman baru, diberi wewenang untuk menentukan siapa lembaga negara yang memiliki kewenangan tertentu berdasarkan UUD 1945. Buku in...

Legal Maxims, Blacks Law Dictionary, 9th edition.

dikutip dari: http://tpuc.org/forum/viewtopic.php?f=17&t=13527 Maxime ita dicta quia maxima estejus dignitas et certissima auctoritas, atque quod maxime omnibus probetur – A maxim is so called because its dignity is cheifest and its authority is the most certain, and because it is most approved by all. Regula pro lege, si deficit lex – If the law is inadequate, the maxim serves in its place. Non jus ex regula, sed regula ex jure – The law does not arise from the rule (or maxim), but the rule from the law. Law: Home ne sera puny pur suer des breifes en court le roy, soit il a droit ou a tort. – A person shall not be punished for suing out writs in the Kings court, whether the person is right or wrong. Homo vocabulum est naturae; persona juris civilis. – Man (homo) is a term of nature: “person” (persona), a term of civil law. Omnis persona est homo, sed non vicissim – Every person is a human being, but not every human being is a person. Persona est homo cum statu quodam consideratus ...