Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Lahir
di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 27 Januari 1900, Mohammad Amir
merupakan seorang dokter yang juga ikut aktif dalam pergerakan kebangsaan.
Bersekolah di HIS/ELS Diploma 1914, MULO Diploma 1918, STOVIA Diploma 1924, Dr.
Amir—nama sebutannya—juga sempat belajar di Geneeskundige Hoogeschool dan
Utrecht (Nederland) Diploma 1928.
Dr.
Amir merupakan dokter pemerintah Hindia Belanda sejak 1928 hingga 1934. Beliau
menjadi dokter pemerintah di Medan pada 1934 hingga 1937. Beliau juga pernah menjadi
dokter pribadi Sultan Langkat di Tanjungpura.
Dikenal
sebagai seorang budayawan pula, menurut bagian Biodata Anggota BPUPKI buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945 yang diterbitkan Sekretariat
Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998), Dr. Amir merupakan simpatisan
Parindra dan anggota Dienaren van Indie/Theosofie.
Dalam
penyusunan naskah proklamasi pada tanggal 16 Agustus 1945 hingga 17 Agustus
1945 dinihari di rumah kediaman Laksamana Tadashi Maeda, Jalan Imam Bonjol
Nomor 1, Jakarta (Myako Dori), Dr. Amir pun ikut hadir. Beliau juga hadir dalam
pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno bersama Drs. Mohammad Hatta pada
hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 WIB di muka serambi rumah Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Dr. K.R.T.
Radjiman Wedyodiningrat, Sam Ratulangi, Teuku Mohammad Hasan, dan I Gusti Ketut
Pudja beserta para tokoh kebangsaan lainnya.
Keesokan
harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat di Gedung Tyuuoo Sangi-In
(sekarang Kementerian Luar Negeri) diadakan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) dengan Ketua Ir. Soekarno dan Wakil Ketua Drs. Mohammad Hatta.
Dr. Amir kemudian menjadi anggota PPKI mewakili Sumatera.
Menurut
Safroedin Bahar dan Nannie Hudawati yang merupakan Tim Penyunting Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, salah satu substansi masalah
sidang PPKI dari tanggal 18 Agustus 1945 hingga 22 Agustus 1945 adalah
kekhawatiran akan besarnya kekuasaan pemerintah pusat. Sebagai wakil dari
Sumatera, Dr. Amir meminta perhatian terhadap pentingnya desentralisasi
pemerintahan.
“Kekhawatiran
akan besarnya risiko kekuasaan pemerintah pusat yang terlalu besar dinyatakan kembali
oleh beberapa orang anggota. Anggota Mohammad Amir dan Ratulangi pada tanggal
18 Agustus serta anggota Mohammad Hatta pada tanggal 19 Agustus secara
berturut-turut meminta perhatian terhadap pentingnya masalah dekonsentrasi dan
desentralisasi pemerintahan,” ungkap Safroedin Bahar dan Nannie Hudawati
(Jakarta: 1998, xi).
Dr.
Amir dalam sidang tanggal 18 Agustus 1945 secara lengkap menyatakan: “Tuan
Ketua saya mengucap banyak terima kasih kepada orang yang mengusahakan,
menguraikan, negara. Saya sebagai orang Indonesia yang ada di Sumatera, saya
setuju dengan susunan itu. Hanyalah, untuk menyenangkan hati penduduk Sumatera,
ingin saya mengemukakan sekarang-walaupun tidak dimasukkan dalam grondwet—supaya pemerintahan kita
disusun dengan sedemikian rupa, sehingga diadakan deconcentratie sebesar-besarnya. Pulau-pulau di luar Jawa supaya
diberi pemerintahan di sana, supaya rakyat di sana berhak mengurus
rumah-tangganya sendiri dengan seluas-luasnya. Itu saja.”
Keinginan
tersebut disetujui oleh Sam Ratulangie, “...Paduka, sebenarnya saya setuju
dengan ucapan wakil dari Sumatera Dr. Amir. Saya tidak akan mengucapkan
perkataan deconcentratie dan decentralisatie, tetapi artinya, Paduka Tuan
Ketua, yaitu supaya daerah pemerintahan di beberapa pulau-pulau besar diberi
hak seluas-luasnya untuk mengurus keperluannya menurut pikirannya sendiri,
menurut kehendaknya sendiri, tentu dengan memakai pikiran persetujuan, bahwa
daerah-daerah itu adalah daerah daripada Indonesia.”
Prof.
Soepomo kemudian menanggapi permintaan Dr. Amir dengan menyatakan, agar
ketentuan desentralisasi dimasukkan dalam Undang-Undang, tidak dalam
Undang-Undang Dasar. “...Kedua, dari Saudara Amir; badan kita harus menerima
sebagai dasar, bahwa urusan rumah-tangga pada dasarnya harus diserahkan kepada
pemerintahan daerah. Akan tetapi lebih baik hal itu dimasukkan dalam
Undang-Undang, tidak dalam Undang-Undang Dasar. Di sini hal itu dicatat sebagai
putusan rapat ini; kemudian, jikalau kita membentuk Undang-Undang tentang
pemerintahan daerah, harus dihormati keinginan rapat, bahwa pada dasarnya
urusan rumah tangga harus diserahkan kepada pemerintahan daerah.”
Terkait
dengan paparan Sam Ratulangie, Prof. Soepomo menanggapinya sebagai berikut: ...
Berhubung dengan usul anggota Ratulangie, supaya daerah bisa mengatur
keperluannya menurut kehendak sendiri, urusan rumah tangga diserahkan kepada
pemerintahan daerah, asal saja dilakukan dengan dasar pemusyawaratan, dan tidak
boleh membuat peraturan sendiri yang menentang dasar pemerintahan pusat.
Akhirnya
dibacakan satu persatu pasal demi pasal UUD 1945 oleh Ir. Soekarno. Khusus pada
Bab VI mengenai pemerintah daerah terdapat Pasal 18 yang berbunyi, “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar
dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya, ditetapkan dengan Undang-Undang,
dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan
negara, dan hak-hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa.”
Pendukung Usulan Sumatera Menjadi Tiga Provinsi
Dalam rangka
menyusun program dan susunan daerah, Ir. Soekarno membentuk Panitia Kecil
dengan Ketua Oto Iskandardinata. Hasilnya kemudian dibacakan pada tanggal 19
Agustus 1945 oleh Oto Iskandardinata. Khusus untuk Sumatera, menurut panitia, hanya
akan dijadikan satu provinsi dikepalai oleh seorang Mangkubumi (gubernur)
dengan mengambil ibukota Medan dan dibantu oleh tiga wakil mangkubumi yang
bertempat: Sumatera Utara, Medan, Sumatera Tengah, Bukittinggi, dan Sumatera
Selatan, Palembang.
Soeroso
kemudian mempertanyakan mengapa tidak dijadikan tiga provinsi saja. Oto
Iskandardinata selanjutnya menjelaskan karena penduduk Sumatera tidak banyak,
hanya 10 juta. Walau demikian, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Amir juga mendukung
agar Sumatera dijadikan tiga provinsi. Akan tetapi keputusan rapat tetap
menyatakan agar Sumatera terdiri dari satu provinsi saja. Total daerah negara
Indonesia dibagi dalam delapan provinsi yang meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Pengusul Departemen Urusan Pemuda dan Pendukung Departemen Kesehatan
Kiprah
Dr. Amir dalam pembahasan konstitusi di PPKI tidaklah sebatas kepentingan
daerah semata. Dalam rapat selanjutnya, pada tanggal 19 Agustus 1945, beliau
mengusulkan adanya Departemen (kementerian) Urusan Pemuda. “Saya kemukakan
suatu soal yang perlu dipikirkan, yaitu bahwa dalam tiap-tiap negara muda,
harus diingat akan pendidikan ideologie
dan training pemudanya. Itu minta
satu Kementerian, karena kalau dimasukkan dalam urusan pendidikan amat
memberatkan Departemen itu. Jadi, saya usulkan, supaya ada Departemen yang
dihilangkan dan diganti dengan Departemen Urusan Pemuda. Dengan selekas mungkin
kita adakan militairisasi dan training ideologie pemuda.”
Dr.
Amir kemudian mendukung usulan Drs. Mohammad Hatta agar ada Departemen
Kesehatan. “Untuk menyambut kata-kata Tuan Hatta, saya rasa bahwa kesehatan
penduduk yang 70 miliun itu adalah amat penting, sehingga saya usulkan supaya
diberi kesempatan agar urusan kesehatan itu bukan dimasukkan ke dalam suatu
Kementerian, tetapi berdiri sendiri.” Beliau juga mengusulkan agar Departemen
Perhubungan menjadi “Lalu-lintas”.
Walau
demikian rapat tanggal 19 Agustus 1945 tersebut tidak menyetujui adanya
Departemen Urusan Pemuda dan nama Departemen Perhubungan diubah menjadi Departemen
Lalu-lintas, akan tetapi Departemen Kesehatan disepakati untuk dibentuk. Total
pemerintahan Republik Indonesia saat itu dibagi dalam 12 departemen
(kementerian), salah satunya Departemen Kesehatan yang merupakan usul Drs.
Mohammad Hatta dan didukung Dr. Amir.
Menurut
menurut
bagian Biodata Anggota BPUPKI buku Risalah
Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945,
Dr. Mohammad Amir kemudian akhirnya sempat menjadi salah satu Menteri Negara di
masa itu.
Daftar
Bacaan:
Safroedin Bahar, dkk. (Penyunting).
Risalah Sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945. Sekretariat
Negara Republik Indonesia (Jakarta: 1998).
#Telah dimuat di Majalah Konstitusi, Juni 2015
#Telah dimuat di Majalah Konstitusi, Juni 2015
Comments
Bet1xbet korean. All 1xbet южная корея licensed and regulated in Asia, South Korea. Get full details on bet1xbet and claim your welcome bonuses.