Oleh Luthfi Widagdo Eddyono
Salah satu nama jalan protokol
terkemuka di Jakarta adalah Jalan H.R. Rasuna Said. Jalan yang sangat dikenal di
kawasan Kuningan Jakarta tersebut merupakan kawasan bisnis mewah, sekaligus
sumber kemacetan pada jam sibuk Jakarta. Tidak hanya karena banyak pengguna
mobil yang lalu lalang, tetapi juga karena di wilayah itu kerap dijadikan
wilayah demonstrasi mengingat di sana terdapat sebuah kantor lembaga negara
yang sangat penting bagi Republik Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
Siapa H.R. Rasuna Said?
Tulisan “Jejak Konstitusi” kali ini akan mengupas salah seorang perempuan hebat
pejuang kemerdekaan Indonesia yang juga penerima gelar Pahlawan Nasional sejak
tahun 1974.
Hajjah Rangkayo (H.R.) Rasuna
Said lahir di Desa Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada
15 September 1910. Ayahnya bernama Muhamad Said, keturunan bangsawan Minang,
seorang pengusaha dan aktivis pergerakan juga. Seusai menamatkan pendidikan
dasarnya, Rasuna Said belajar di Pesantren Ar-Rasyidiyah. Beliau merupakan
sebagai satu-satunya santri perempuan kala itu.
Rasuna Said kemudian
melanjutkan pendidikan di Diniyah School Putri di Padang Panjang. Di sinilah ia
bertemu dengan seorang guru bernama Zainuddin Labai el-Junusiah, seorang tokoh
gerakan Thawalib. Menurut Rudi Hartono dalam laman berdikarionline.com, Gerakan Thawalib adalah gerakan yang dibangun
kaum reformis islam di Sumatera Barat. Banyak pemimpin gerakan ini dipengaruhi
oleh pemikiran nasionalis-islam Turki, Mustafa Kemal Attaturk. Akhirnya di
Diniyah School Putri Rasuna Said menjadi pengajar.
Dalam artikel republika.co.id, dikatakan Rasuna Said
memiliki pandangan yang sangat maju. Ia meyakini bahwa kemajuan kaum wanita
tidak hanya bisa didapat dengan mendirikan sekolah, tapi harus disertai
perjuangan politik. Rasuna Said sebenarnya sempat berusaha memasukan pendidikan
politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tapi ditolak.
Setelah usahanya memasukkan
pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri ditolak, Rasuna
Said pun memutuskan untuk mendalami agama pada Haji Rasul atau H. Abdul Karim
Amrullah yang merupakan ayah Buya Hamka. Haji Rasul ini yang kerap mengajarkan
pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berpikir. Hal inilah yang
memengaruhi padangan Rasuna Said mengenai islam, perempuan, dan perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Rasuna Said pun bergabung
dengan Sarekat Rakyat dan menjadi Sekretaris Cabang. Kemudian Rasuna Said
bergabung dengan Soematra Thawalib dan ikut mendirikan Persatoean Moeslimin
Indonesia (PERMI) di Bukit Tinggi pada tahun 1930. Rasuna Said masuk di seksi
propaganda dan rutin menyebarkan ilmu dan pandangannya pada sekolah-sekolah
yang didirikan PERMI. Rasuna Said juga mendirikan Sekolah Thawalib di Padang,
dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi. Melalui bidang
pendidikan beliau ingin menguatkan kesadaran perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk politik.
Perempuan
Pertama Yang Terkena Speek Delict
Rasuna Said dikenal
sebagai orator yang handal dan pandai berpidato. Menurut Rudi Hartono, seorang
tokoh islam, H. Hasymi, pernah menggambarkan kemampuan pidato Rasuna sebagai
berikut: “pidato-pidato Rasuna laksana
petir di siang hari. Kata-katanya tajam membahana.” Beliau sangat kritis
mengecam pemerintahan Belanda yang dianggapnya menciptakan ketidakadilan. Karenanya,
Rasuna Said pernah terkena Speek Delict,
hukum pidana kolonial yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena
berbicara menentang pemerintahan Belanda (delik mimbar). Beliau tercatat
sebagai perempuan pertama yang terkena Speek
Delict dan ditangkap di Payakumbuh, serta dipenjara pada 1932 di Semarang,
Jawa Tengah.
Jurnalis
dan Politisi Handal
Setelah keluar dari
penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan K.H.
Mochtar Jahja dan Dr. Kusuma Atmaja. Rasuna Said sempat pula memimpin sebuah
koran bernama “Raya” pada tahun 1935.
Menurut Rudi Hartono, koran ini sangat nasionalis dan radikal. Koran ini bahkan
menjadi obor perlawanan bagi kebangkitan gerakan nasionalis di Sumatera Barat,
sehingga Politieke Inlichtingen Dienst (PID)—polisi rahasia Belanda mempersempit
ruang gerak media itu.
Akhirnya Rasuna Said
pindah ke Medan. Menurut tulisan republika.co.id,
Rasuna Said kemudian mendirikan sekolah pendidikan khusus wanita Perguruan
Putri dan juga menerbitkan Majalah Menara
Poeteri, yang khusus membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan
antara pria wanita dan keislaman. Menurut Rudi Hartono, Majalah mingguan
bernama “Menara Poeteri” itu memiliki slogan mirip dengan slogan Bung Karno: “Ini dadaku, mana dadamu”. Rasuna Said
pun mengasuh rubrik “Pojok”. Ia sering menggunakan nama samaran: Seliguri.
Dalam artikel Rudi
Hartono, disebutkan tulisan-tulisan Rasuna Said dikenal tajam, kupasannya
mengenai sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang anti-kolonial. Sebuah
koran di Surabaya, Penyebar Semangat,
pernah menulis perihal Menara Poetri
ini: “Di Medan ada sebuah surat kabar
bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan untuk jagad keputrian. Bahasanya
bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah masuk
penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional.” Karena kondisi
keuangan dan pendanaan akhirnya Menara
Poeteri ditutup.
Setelah Jepang datang ke
Indonesia, Rasuna Said ikut serta dalam organisasi pemuda di Padang yang
kemudian malah dibubarkan oleh Pemerintah Jepang. Rasuna bergabung dengan Gyu
Gun Ko En Kai. Menurut Rudi Hartono, meski bekerja di organisasi massa yang
dibuat Jepang, bukan berarti Rasuna melemah di hadapan fasis itu. Pada suatu
hari, kepada seorang perwira Jepang yang menegur aktivitasnya, Rasuna berkata
begini: “Boleh tuan menyebut Asia Raya,
karena tuan menang perang. Tetapi di sini (sambil menunjuk dadanya), tertanam
pula Indonesia Raya.”
Setelah proklamasi
kemerdekaan, Rasuna Said ikut bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia
(BPPI). Ia juga sempat menjadi anggota Front Pertahanan Nasional di Bukit
Tinggi. Pada saat sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)-parlemen
sementara Indonesia-di Malang, Jawa Tengah, Rasuna terpilih sebagai wakil
Sumatera. Ia juga sempat ditunjuk sebagai Badan Pekerja KNIP. Rasuna Said juga
sempat duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat
setelah Proklamasi Kemerdekaan dan diangkat sebagai anggota parlemen Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS).
RIS saat itu kemudian
dibubarkan berkat kepiawaian Mohammad Natsir dalam berpolitik ketika menjadi
Ketua Fraksi Masyumi yang mengajukan Mosi Integrasi di parlemen Republik
Indonesia Serikat. Setelah Lobi dilakukan berbulan-bulan, Natsir mengajukan
gagasan kompromistis agar semua negara bagian bersama-sama mendirikan negara
kesatuan melalui prosedur parlementer. Usulan tersebut diterima pemimpin fraksi
dan anggota DPR RIS lain termasuk Rasuna Said. Pemerintah yang diwakili
Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri pun menyetujui
mosi tersebut. Akhirnya pada 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan
Piagam Pembentukan Negara Kesatuan. Pada 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno
mengumumkan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dikenang
sebagai Proklamasi Kedua Republik Indonesia.
Menurut Rudi Hartono,
Rasuna Said adalah pendukung setia Bung Karno. Pada saat pemberontakan
PRRI-Permesta meletus, yang juga dimotori oleh Mohammad Natsir, Rasuna Said
merupakan salah satu tokoh pejuang Sumatera Barat yang memihak NKRI. Hal ini
yang membuat Bung Karno kagum pada pejuang dari Sumatera Barat ini. Dalam
sebuah pidato di Bandung, 18 Maret 1958, di hadapan puluhan ribu massa, Bung
Karno memuji kegigihan perjuangan Rasuna Said.
Rasuna Said kemudian
menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
sampai akhir hayatnya pada tanggal 2 November 1965. Beliau dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Hajjah Rangkayo Rasuna Said dinobatkan sebagai
Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden R.I. Nomor 084/TK/Tahun 1974,
bertanggal 13 Desember 1974.
Sumber
Bacaan:
Rudi Hartono, “Rasuna Said, Nasionalis Dari Tanah Minang” [http://m.berdikarionline.com/tokoh/20120226/rasuna-said-nasionalis-dari-tanah-minang.html],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/11/13/mdf58x-hr-rasuna-said-pejuang-dari-agam-1],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/11/13/mdfb00-hr-rasuna-said-pejuang-dari-agam-2],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/11/13/mdfb4r-hr-rasuna-said-pejuang-dari-agam-3habis],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://m.merdeka.com/profil/indonesia/r/rasuna-said/], diakses
pada tanggal 7 Februari 2015.
Luthfi Widagdo Eddyono, “Mohammad Natsir: Sang Penggagas ‘Negara
Demokrasi Islam’”, Majalah Konstitusi,
Januari 2015.
[http://pramadtsaneg.blogspot.com.tr/2013/09/biografi-rasuna-said.html?m=1],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://profil-biodata.blogspot.com.tr/2013/01/biografi-hr-rasuna-said.html?m=1],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
[http://buchyar.pelaminanminang.com/tokoh/rasuna_said.html],
diakses pada tanggal 7 Februari 2015.
#Telah dimuat di Majalah Konstitusi, Februari 2015
Comments
MOHEGAN CASINO HOTEL & 광주 출장안마 CASINO, 당진 출장샵 Las Vegas NV. 3131 Las Vegas 청주 출장마사지 Blvd. South Las Vegas, NV 89109, US. Check reviews 충청북도 출장안마 and discounted rates for AAA/AARP 창원 출장샵 members, seniors,